"Untuk
menjaga kebhinekaan dan kearifan lokal yang ada tentu juga harus dengan
kewaspadaan. Kewaspadaan ini agar supaya berbagai macam perbedaan yang
dimiliki bangsa ini tidak dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk
memecah belah bangsa ini," ujar Wakil Ketua Majelis Tarjih PP
Muhammadiyah, Dr. H. Hamim Ilyas di Jakarta.
Pria yang juga
dosen pasca sarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga,
Yogyakarta ini mengingatkan, dari dulu hingga sekarang sebenarnya sudah
ada usaha-usaha kelompok tertentu untuk memecah belah persatuan bangsa
ini, di antaranya dengan cara mengadu domba.
"Cuma sekarang cara
yang dilakukan untuk mengadu domba sudah lebih banyak, di antaranya
melalui media, baik yang dilakukan media mainstream dan juga media
sosial," ujarnya.
Lebih lanjut Hamim menerangkan, kewaspadaan
dalam menjaga kebhinekaan untuk media itu sebenarnya di dalam Islam itu
harus dengan memperluas permaknaan iqro. Dimana iqro itu ibarat pada
zaman dahulu kala dipahami sebagai literasi teknis, kemudian literasi
fungsional, kemudian literasi kebudayaan dan sekarang ada literasi media
baik literasi media sosial maupun literasi media mainstrem.
"Dan
yang dalam kewaspadaannya itu sekarang ini bahwa ancaman bagi media
mainstream itu lebih dari kepentingan pemilik modal. Sehingga perlu
upaya agar pemilik media mainstream ini tetap menjaga obyektivitas dari
medianya agar media sebagai pilar demokrasi yang keempat yaitu NKRI bisa
tetap terjaga," ujar pria kelahiran Klaten, 1 April 1961 ini.
Menurutnya,
akan menjadi sebuah bahaya besar bagi persatuan bangsa ini jika media
mainstream tidak dipercaya lagi oleh masyarakat, ketimbang informasi
hoax.
"Tentu bahaya banget itu nanti kalau sampai terjadi. Masyarakat akan mudah diadu domba dan termakan isu," ujarnya.
Ketika
dalam kenyataan seperti dirasakan oleh sebagian orang bahwa media itu
tidak obyektif, maka masyarakat harus bisa memiliki kecerdasan untuk
menyaring atau menerima informasi yang diterima. Karenanya pendidikan
sangat penting apalagi dengan berkembangnya internet.
"Dengan
berkembangnya internet sekarang ini kecenderungan orang itu untuk
berfikir dangkal, tidak mau berfikir yang mendalam. Mudah-mudahan kita
bisa mengatasi, jadi ini tantangan dunia pendidikan sehingga sekarang
dunia pendidikan itu harus menanamkan kecerdasan bermedia," pintanya.
Selain
melalui kecerdasan bermedia melalui pendidikan, maka penegakan hukum
juga dinilainya menjadi penting. "Pengalaman di masyarakat kita sendiri
bisa menjadi pelajaran. Dirinya memberikan contoh beberapa kasus konflik
yang terjadi di negara Indonesia juga karena media sosial," ujarnya.
Demikian
juga dalam menjaga kearifan lokal yang merupakan budaya turun temurun
di negeri kita. Pria yang juga dosen Magister Studi Islam (MSI)
Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini berpesan agar
senantiasa menjaga dan merawat budaya dan kearifan lokal di era
sekarang. Apalagi intervensi dari budaya-budaya barat dan negara
lainnya sudah cukup mengkuatirkan masuk ke Indonesia.
"Kalau
kearifan lokal itu hilang tidak ada lagi kebanggan bagi bangsa kita.
Kearifan lokal ini juga sebagai upaya kita untuk merawat NKRI. Dan kita
harus bangga dengan banyaknya budaya yang ada di negeri kita," ujarnya
mengakhiri.
[wid]
BERITA TERKAIT: