Seperti dilansir
RMOL Lampung, pengesahan ABPD Pesisir Barat dalam rapat paripurna DPRD, pada Selasa (4/12), diwarnai hujan interupsi. Meski demikian, APBD 2019 itu akhirnya disetujui lewat voting dengan tetap memasukan tiga mata anggaran yang sebelumnya ditolak. Â
Ketiga mata anggaran itu adalah tambahan dana untuk pembangunan Kantor Bupati Pesibar sebesar Rp 35 miliar, meubelair DPRD sebesar Rp7,5 miliar, serta anggaran umrah Rp 3 miliar.
Dalam voting hari itu, tujuh anggota DPRD memberikan suara menolak sedangkan 18 peserta paripurna lainnya menyatakan setuju APDB itu disahkan.
Komposisi suara ini berbeda jauh dibanding sebelumnya, saat anggaran itu dibahas dalam rapat banggar DPRD, Kamis (29/11). Saat itu, 13 anggota Banggar DPRD, minus Agus Cik, tegas menolak ketiga mata anggaran tersebut masuk di APBD.
Bahkan pada saat rapat paripurna DPRD keesokan harinya, Jumat (30/11), terjadi insiden ruang rapat dikunci dan dipalang oleh dua mobil dinas.
Adapun alasan penolakan yang mengemuka, anggaran yang jika ditotal jumlahnya mencapai Rp44,5 miliar itu lebh baik dialokasikan untuk program yang pro rakyat, seperti pembangunan sekolah, SMPN 1 dan SDN2, serta jalan.
Keberatan lainnya DPRD, karena APBD Persibar masih defisit dan pembangunan kantor bupati itu baru saja diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Lampung.
BPK Lampung menyambangi lokasi pembangunan proyek multiyears itu pada Rabu (14/11) lalu. Beranggotakan enam orang, tim BPK Lampung mengawali misinya dengan menyambangi dokumen-dokumen di sekretariat kantor administrasi PT. Nindya Karya.
Sebelum meninjau langsung kondisi proyek, mereka juga memeriksa peta pembangunan, progres penyelesaian pelaksanaan pembangunan. Hasil pemeriksaan BPK itu belum diketahui.
Dibalik pengesahan APBD 2019 Pesibar itu, menyeruak isu tak sedap. Isu itu tentang adanya janji Rp50 juta dan proyek senilai Rp500 juta bagi setiap anggota yang setuju.
"Kami memiliki bukti dalam rekaman adanya deal-deal tersebut," ujar April Lizwar kepada
RMOL Lampung, Rabu (5/12).
April adalah salah seorang anggota DPRDÂ yang konsisten menolak tiga mata anggaran tersebut masuk dalam APBD 2019. Ketika rekan-rekannya yang sebelumnya juga menolak balik badan dan menyetujui pengesahan, April memilih
walk out dari rapat paripurna.
"Kami sangat prihatin dengan bau tak sedap pengesahan APBD 2019 Kabupaten Pesisir Barat," kata Sekretaris Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Lampung Ali Arda kepada
RMOL Lampung, Minggu (9/12).
Sementara akademisi Fisip Unila Dedy Hermawan, mengingatkan agar eksekuti dan legislatif tidak bermain-main dengan APBD yang merupakan uang rakyat.
“APBD harus diarahkan untuk merealisasikan visi dan misi daerah yang sudah tertuang dalam RPJMD Kabupaten Pesisir Barat," ujarnya.
Belajar dari berbagai peristiwa pidana korupsi terkait APBD di berbagai daerah termasuk di Provinsi Lampung, umumnya melibatkan anggota DPRD dan kepala daerah.
“Jangan sampai, hal serupa terjadi di Kabupaten Pesisir Barat. Hilangkan setiap niat untuk mengakali atau melakukan transaksi gelap pengesahan APBD," katanya.
Dedy mendesak Pemprov Lampung mengevaluasi APBD Pesisir Barat tersebut dengan cermat. Jika ditemukan item yang mencurigakan dan menyimpang dari koridor RPJMD dan peraturan terkait lainnya, sebaiknya diperbaiki.
[yls]