Namun, pembangunan pelican crossing tersebut akan meniadakan jembatan penyeberangan orang (JPO) yang selama ini menghubungkan dua sisi jalan warga untuk menyeberang.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah mengatakan penggunaaan JPO merupakan salah satu bagian dari keramahan kota yang tidak bisa dihilangkan.
"Sebenarnya keberadaan JPO itu adalah bagian dari kota ramah lingkungan itu sendiri. Selama ini gubernur dari jaman Foke sampai Pak Ahok juga menempatkan JPO sebagai solusi untuk menempatkan para penyeberang jalan pada tempat yang semestinya karena di berbagai negara dan kota-kota besar juga disediakan seperti itu," kata Trubus saat dihubungi wartawan, Rabu (5/9).
Menurut Trubus, penggunaan pelican crossing sebaiknya hanya berlaku di jalan protokol. Pasalnya, di jalan bukan protokol jumlah kendaraan yang melintas jauh lebih sedikit ketimbang jalan utama seperti di pusat kota.
Belum lagi penggunaan pelican crossing juga mempunyai potensi akan adanya tindak kejahatan.
"Memang banyak kejahatan yang terjadi di area pelican crossing. Karena lebih memudahkan penjahat untuk melarikan diri juga, jadi sebenarnya pelican crossing ini membuat penyeberang jalan raya jauh lebih tidak berdaya apalagi penjahatnya menggunakan motor," jelasnya.
Tak hanya itu, penggunaan pelican crossing akan menimbulkan potensi meningkatnya kecelakaan lalu lintas. Sebab, kesadaran pengendara motor masih sangat rendah sehingga potensi kecelakaan sangat besar.
"Masyarakat yang berkendara terhadap para penyeberang itu relatif rendah jadi kemungkinan untuk terjadinya kecelakaan sangat tinggi. Berpotensi sekali," ujarnya.
Trubus menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta tidak menghilangkan fungsi JPO. "Justru menggunakan JPO tingkat keamanannya lebih tinggi itu sudah dilakukan penelitian itu," pungkas Trubus.
[lov]
BERITA TERKAIT: