Didepaknya Ketua DPD Partai Golkar Jabar Dedi Mulyadi sebagai bakal calon gubernur dianggap tindakan harakiri politik yang keterlaluan.
Ini dianggap akan meruntuhkan dominasi Golkar, padahal Jabar merupakan lumbung suara Golkar nasional dan dalam Pilpres 2014 lalu kekalahan Jokowi di Jabar terbilang cukup telak, semua itu diakui sebagai salah satu kontribusi Golkar Jabar yang solid.
Pengamat politik dari Lembaga Survei Politik Indonesia (LSPI) Jabar, Fadlullah Mujani mengatakan keputusan politik yang kontroversial akan selalu ada risikonya. Risiko politik bagi Golkar yang paling besar adalah ditinggalkan para pendukungnya di Jabar.
Fadlullah menjelaskan bahwa Golkar adalah partai massa, itu artinya keanggotaannya beda dengan partai kader. Para pendukung, simpatisan dan kelompok kepentingan yang sama akan hengkang ketika keputusan politik yang diambil berbeda dengan kemauan mereka apalagi sampai melukai hati mereka.
"Dedi Mulyadi itu bukan tokoh ecek-ecek, masa ditinggal begitu saja. Saat mana dia sudah bekerja melakukan sosialisasi dan hasilnya cukup bagus. Kita bisa baca di media massa, survei Indo Barometer kemarin jelas mengkonfirmasi kalau gerakan Dedi Mulyadi itu hasilnya positif, elektabilitasnya naik menyalip Dedi Mizwar," ujarnya saat paparan dalam diskusi politik "Siapa Bisa Kalahkan RK" yang digelar di Bandung, Senin (6/11).
Fadlullah juga menjelaskan, tidak serta merta orang yang elektabilitasnya tinggi akan menang. Ada soal strategi, taktik, manajemen pemenangan dan jaringan, belum lagi soal isu negatif yang melekat pada kandidat.
Adalah nyata terjadi dimana calon yang dominan dan diyakini akan menang justru tumbang, itu bisa dilihat di Pilkada Banten dan DKI Jakarta.
"Jelas sekali Rano Karno amat dominan dan dalam survei tidak pernah kalah, tetapi dia bisa tumbang seperti Ahok yang juga dominan di Pilkada DKI. Keduanya tumbang kalah perang dan pulang dengan impian melayang. Semua karena dalam politik, hitungan di atas kertas bisa berubah cepat di lapangan tergantung situasi dan kondisinya," pungkasnya dilasnir dari
KBP.
Terkait siapa figur yang bisa mengalahkan Ridwan Kamil, peneliti LSPI Pusat Rachmayanti Kusumaningtyas menambahkan, perlunya bersatu dua Dedi. Jika Dedi Mulyadi dan Dedi Mizwar bersatu maka peluang untuk mengalahkan Ridwan Kamil cukup tinggi.
Kedua figur itu menurut Rachmayanti memiliki kelebihan yakni simbol kesundaan dan urang lembur (orang kampung) ada pada Dedi Mulyadi sementara figur agamis ada pada Dedi Mizwar itu karena peran dan iklan yang selama ini beredar di masyarakat.
"Soal siapa di posisi apa bergantung pada partai politik yang menggodognya. Jika merujuk pada survei Indo Barometer yang dirilis kemarin, Dedi Mulyadi ada di posisi kedua dan Dedi Mizwar ketiga. Kita akan keluarkan data kita sebentar lagi, sekarang sedang turun ke lapangan tim surveinya," ujarnya.
Diskusi tersebut juga menyimpulkan pentingnya terbentuk poros baru untuk melawan dominasi Nasdem-Golkar di pihak Ridwan Kamil. Disarankan agar PDI Perjuangan dapat berkoalisi dengan partai yang ada seperti Demokrat, PKS dan bahkan Gerindra.
Partai-partai itu dapat bersatu dan mencomot dua tokoh yang elektabilitaanya ada di posisi dua dan tiga kemudian digabungkan. Dengan demikian Pilkada Jabar 2018 akan berlangsung dinamis dan semarak.
[rus]
BERITA TERKAIT: