Karena adanya sistem itu, perusahaan jadi tak mau mengangkat tetap karyawannya.
"KM ITB menolak
outsourcing sampai pemerintah memiliki skema untuk adanya penyamaan hak-hak dari tenaga kerja kontrak
outsourcing dan tetap," tegas Presiden Mahasiswa KM ITB Ardhi Rasy Wardhana seperti dilansir
RMOLJabar.Com, Selasa, (2/5).
Ardhi menekankan, kebijakan outsourcing membuat orang-orang yang terikat di dalamnya tidak punya hak yang sama dengan tenaga kerja lainnya.
KM ITB, kata Ardhi, juga menolak Keputusan Menteri nomor 46 tahun 2014 tentang objek vital nasional. KM ITB menilai pemerintah membuat tempat-tempat tidak berdasarkan hal-hal yang esensial.
"Jadi jika buruh ingin menyuarakan hak-haknya di depan kantor atau pabriknya sendiri, tidak dengan serta merta bisa memberikan suaranya karena dijadikan objek vital nasional," jelas Ardhi.
Menurutnya pula DPR harus merevisi UU 1/1970 karena pelaksanaan K3 atau perlindungan terhadap tenaga kerja di Indonesia sangat jauh dibandingkan negara lain.
"Harus ada bentuk pertanggungjawaban dari perusahaan jika ada pelanggaran terhadap K3 yang dilakukan oleh tenaga kerja. Sehingga, perusahaan memiliki kepemilikan terhadap tenaga kerja. Beda sama sekarang, jika terjadi pelanggaran terhadap tenaga kerja, tenaga kerja tersebut yang harus membayar denda, bukan perusahaan," pungkasnya.
[wid]
BERITA TERKAIT: