Mereka dan kedua anaknya Abdul Wahab (6) dan bayi Dewi Silvi tinggal digubuk yang berukuran 3x4 meter.
Kondisi gubuk yang bolong-bolong, reyot, dan tidak layak ini sudah dihuni selama 6 tahun. Penghasilan sebagai buruh serabutan yang tak tentu penghasilan memaksa keluarga Didin tetap tinggal di sana.
"Kadang ada yang nyuruh cangkul, sehari paling Rp25 ribu. Tapi penghasilan tidak tetap. Ya makan seadanya saja," kata Didin seperti diberitakan
RMOLJabar.com, Jumat (27/1).
Bagi keluarga Didin, tidak makan dalam satu hari sudah terbiasa. Karena keterbatasan penghasilan. "Kadang makan kadang nggak makan. Ya bagaimana lagi. Paling kalau tidak punya uang minta sama orang tua," cerita Didin.
Didin hanya bisa pasrah dengan kondisinya, dirinya hanya bisa berharap bantuan dari pemerintah terutama tentang jaminan kesehatan bagi keluarganya.
"Kemarin waktu istri melahirkan, anak saya yang paling kecil masuk rumah sakit. Tapi diurus sama pak RT dapat dari UPCPK. Alhamdulilah geratis semuanya," ungkapnya.
Bahkan, di tengah gembar-gembor pemerintah memunculkan Kartu Indonesia Sehat (KIS), keluarga Didin tidak menerima.
"Kalau KIS tidak punya, kemarin hanya UPCPK saja yang dapat," pungkasnya.
[sam]
BERITA TERKAIT: