Mereka minta anggota Dewan untuk menindak lanjuti keluhan mereka atas diterapkannya SK Gubernur Nomor 903 Tahun 2016 tentang pelaporan melalui aplikasi Qlue.
Dalam SK itu diatur bahwa pengurus RT/RW diwajibkan melaporkan kondisi lingkungan mereka sebanyak 90 kali dalam sebulan atau minimal 3 laporan dalam sehari. Jika tidak mencapai target, maka uang operasional untuk pengurus RT/RW tidak bisa dicairkan.
Selain itu, berdasarkan aturan itu juga, tiap laporan akan dihargai Rp 10 ribu. Sehingga, dalam sebulan bagi RT produktif dapat mengantongi uang operasional dari Kelurahan sebesar Rp 900 ribu.
"Kami disuruh setor foto baru dapat uang operasional Rp 900 ribu, kalau tidak buat laporan ya tidak dapat uang operasional. Satu foto Rp 10 ribu, emangnya fotografer amatiran?" kata Ketua RW 1 Kelurahan Pinang Ranti, Jakarta Timur, Mahmud Bujang, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (26/5).
Mahmud menilai kewajiban ini memberatkan pengurus RT/RW. Jika pasal yang mengatur soal teknis pelaporan itu tidak dihapus, mereka akan mundur dari tugas pengurus RT/RW.
"Kalau Qlue tersebut masih berlaku, kami di seluruh RW dan RT yang ada di Kelurahan Pinang Ranti akan menyerahkan stempel ke Kelurahan. Ramai-ramai mundur," lontar Bujang.
[ald]
BERITA TERKAIT: