Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Sumatera Utara (Sumut), Willy Agus Utomo menjelaskan, tak optimalnya dukungan pemerintah baik dari segi upah dan kualitas, buruh dalam negeri akan kalah bersaing dengan buruh asing yang berasal dari negara-negara ASEAN.
Praktis buruh di negara sendiri akan semakin terpuruk. Karena itu, pihaknya dengan tegas menolak MEA. Apalagi, di Indonesia sendiri masih banyak pengangguran yang belum terakomodir oleh pemerintah.
"Sumut saja masih banyak pengangguran, tapi kenapa harus menerima buruh dari luar negeri untuk bekerja di sini," kata Willy seperti diberitakan
MedanBagus.Com, Selasa (12/1).
Menurut Willy, masih banyak perusahaan-perusahaan lokal belum siap menghadapi MEA. Terutama perusahaan menengah ke bawah.
"Dan pasar bebas juga akan mengganggu dunia usaha ini, para pelaku usaha kita akan banyak yang gulung tikar nantinya," ia memprediksi.
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) dan DPRD Sumut sendiri belum melakukan sosialisasi tentang MEA kepada buruh dan perusahaan setempat. Wajar jika banyak perusahaan dan buruh di Sumut tidak tahu soal agenda ASEAN tersebut.
"Pemerintah terkesan tidak mau tahu, hanya sekedar ikut-ikutan atau latah-latahan saja," kritik mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pemberdayaan Masyarakat Indonesia (UPMI) Medan ini.
Ironisnya lagi, masih kata Willy, buruh-buruh tidak diberi pelatihan kerja dan disertifikasi untuk menghadapi MEA.
FSPMI Sumut jelas kecewa dengan Pemerintah Sumut dan DPRD Sumut kenapa hanya meresmikan Monumen MEA, tapi tidak mempersiapkan secara keseluruhan dalam menghadapi MEA ini. Apa langkah untuk mengantisipasi datangnya buruh asing?" ujar Willy.
Willy berharap pemerintah segera melakukan langkah-langkah konkrit yang dapat melindungi masyarakat, seperti skema perlindungan sektor tenaga kerja dan membatasi tenaga kerja asing masuk ke Indonesia
.[wid]