Pemuka Adat Kampar Berang Pohon Keramat Sialang Dirusak

PT Riau Jaya Utama akan Digugat

Minggu, 22 September 2013, 14:55 WIB
Pemuka Adat Kampar Berang Pohon Keramat Sialang Dirusak
FOTO:NET
rmol news logo Para pemuka adat atau ninik mamak di daerah Kecamatan Kampar Kiri Hilir, Kabupaten Kampar, Riau, berencana menggugat sebuah perusahaan sawit PT Riau Jaya Utama (RJU), yang diduga tanpa izin alias ilegal telah merusak puluhan pohon keramat Sialang berusia ratusan tahun.

"Sekarang semua ninik mamak bersatu melawan PT RJU. Kami menuntut pemerintah menyelidiki perusahaan itu, yang diduga dia tanpa izin dan bahkan kantor saja tidak punya," kata tokoh masyarakat Kampar Kiri, Ramli Abdullah Tangguk, Minggu (22/9).

PT RJU sendiri diketahui milik seorang warga keturunan bernama Aseng, yang tinggal di Pekanbaru. Perusahaan itu akan membuka kebun ribuan hektare di Desa Mentulik dan Rantau Kasih, serta sebagian kecil di Desa Rantau Pagar. Menurut Ramli, aktivitas PT RJU telah melakukan pengrusakan terhadap empat sungai yang merupakan anak Sungai Kampar. Sungai yang rusak antara lain Sungai Tapian Talang, Sungai Lubuk Bayi, Sungai Batang Antaru, dan Sungai Pangkalan Petai.

"Sungai itu dibendung dan ditimbun, mengakibatkan kerusakan alam dan kerugian bagi warga yang setiap hari menjadi nelayan karena sungai itu sudah digunakan warga secara turun temurun," katanya.

Yang lebih parah lagi, lanjutnya, PT RJU telah menumbangkan 27 pohon sialang yang merupakan pohon berusia ratusan tahun, tempat bersarangnya lebah hutan. Masyarakat adat di Kampar sudah turun temurun menggantungkan hidup kepada pohon sialang dengan mengambil madu lebah sebagai mata pencarian dari hasil hutan non kayu. Akibatnya, warga kehilangan mata pencaharian sebagai petani madu.

"Kalau sampai pemerintah tidak mengindahkan keluhan kami, tentu kami tidak akan tinggal diam daripada alam kami terus dirusak," ujarnya seperti dilansir dari Antara.

Sesuai dengan hukum adat di Kampar, lanjutnya, setiap penebangan terhadap satu pohon sialang dikenakan sanksi adat berupa menyembelih seekor kerbau untuk memberi makan orang sekampung. Kemudian, pelanggar hukum adat harus menyediakan kain putih sepanjang keliling seluruh batang pohon yang telah ditebang.

"Padahal pohon itu sudah berusia lebih dari 100 tahun, yang tingginya saja sudah sampai 40-45 meter dan diameternya rata-rata 130 centimeter," katanya.

Jumlah pohon sialang di Kampar Kiri makin langka akibat pembukaan lahan, dan kini diperkirakan tinggal 30 pohon saja. Padahal, setiap pohon sialang, biasanya dapat disinggahi paling sedikit 30 sarang lebah dengan hasil panen madu mencapai 60 kilogram.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA