Ada pihak yang menanggapi anggaran sebesar itu sebagai pemborosan dan meminta Jokowi untuk stop blusukan. Sebaliknya, pihak yang menentang rilis Fitra menilai anggaran besar tapi efektif tidak masalah ketimbang hemat nyatanya boros dan fiktif.
Jokowi sendiri telah membantah alokasi anggaran Rp 26,6 miliar untuk blusukan menemui masyarakat. Modal blusukan hanya jalan kaki. Namun Jokowi membenarkan alokasi anggaran yang disebut Fitra sebagai dana operasional. Semisal dana untuk koordinasi keamanan, ketertiban sosial dan operasional khusus.
"Gaya blusukan Jokowi memang menjadi kontroversi sejak dipopulerkan dan terus dilakukannya setelah terpilih menjadi pejabat gubernur," kata pengamat politik dan hukum dari The Indonesian Reform, Martimus Amin.
Pada sisi lain, Martimus berpendapat, fenomena Jokowi telah membuat lawan politik khususnya partai pengusung kandidat gubernur yang dikalahkannya dalam Pilgub kemarin ketakutan. Pasalnya, efek Jokowi-Ahok ternyata membuat posisi Partai Gerindra dan PDI Perjuangan melejit. Terbukti, dari hasil rilis polling lembaga survei menempatkan PDIP urutan pertama dan Gerindra urutan ketiga. Sedangkan Partai berkuasa Demokrat jatuh diurutan rangking kelima.
Kemudian hasil polling beberapa lembaga survei selalu menempatkan Jokowi sebagai calon presiden terunggul. Bagi lawan politiknya pamor Jokowi harus didelegitimasikan seperti melalui rilis Fitra dan statemen-statemen elit politik PD seperti Sutan Bhatoegana.
"Di balik semua ini dapat ditebak yakni pertarungan ketat antar partai politik menjelang Pemilu 2014," kata Martimus menyimpulkan.
Dengan perhitungan, jika Jokowi tidak didelegitimasi Partai Demokrat pasti semakin
kelebu (tenggelam). Dilemanya, jika PD terus sirik dengan Jokowi akan lebih
kelebu lagi.
"Catatan saya tidak perlu risau dengan Jokowi.
Feeling saya untuk saat ini Jokowi tidak terlalu ambisius menjadi capres. Sebagai orang Jawa, ia tahu
unggah ungguh (etika berperilaku)," cetusnya.
Dalam artian jika Jokowi serakah dan tak tahu diri, baru satu tahun memimpin Jakarta sementara belum satu pun tampak reputasinya dalam program pembangunan dan kesejahteraan rakyat ibukota sudah ujug-ujug mencalonkan diri jadi presiden.
"Orang kayak begini akan dinilai publik sebagai sosok durjana dan nista," sambung Martimus.
[wid]
BACA JUGA: