Jurubicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri mengatakan, setelah menyatakan kasasi, Jaksa KPK Nur Haris Arhadi pada Rabu (24/4) menyerahkan kontra memorinya melalui Panmud Tipikor pada PN Jakarta Pusat dalam perkara terdakwa Rafael.
"Tim Jaksa masih tetap komitmen merampas berbagai aset milik terdakwa untuk tujuan
asset recovery sebagaimana yang diterangkan dalam surat tuntutannya," kata Ali kepada wartawan, Kamis siang (25/4).
Ali menjelaskan, dalil memori kasasi tim Jaksa pada intinya juga meminta agar Majelis Hakim tingkat Kasasi mengabulkan dan memiliki argumentasi maupun sudut pandang yang sama tentang pentingnya efek jera dalam bentuk perampasan aset.
"Selain itu, tim Jaksa dalam kontra memorinya telah membantah dalil kasasi yang diajukan terdakwa dan tim penasihat hukumnya melalui kontra memori Kasasi tersebut," pungkas Ali.
Sebelumnya, Senin (8/1), Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat menyatakan bahwa Rafael Alun terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan Tipikor sebagaimana didakwakan pada dakwaan Kesatu Pasal 12B Juncto Pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
Rafael Alun juga terbukti melakukan TPPU sebagaimana didakwakan pada dakwaan Kedua Pasal 3 Ayat 1 huruf a dan c UU 15/2002 sebagaimana telah diubah dengan UU 25/2003 tentang TPPU, dan TPPU sebagaimana didakwakan pada dakwaan Ketiga Pasal 3 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rafael Alun Trisambodo tersebut di atas dengan pidana penjara selama 14 tahun, serta denda sebesar Rp500 juta subsider 3 bulan," kata Hakim Ketua, Suparman Nyoman, Senin (8/1).
Selain itu, Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Rafael Alun berupa uang pengganti sebesar Rp10.079.095.519 subsider 3 tahun kurungan.
Putusan tersebut diketahui hampir sama dengan tuntutan tim JPU KPK yang menuntut Rafael Alun dipidana penjara selama 14 tahun.
Namun demikian, pidana denda yang dijatuhkan Majelis Hakim lebih rendah dibanding tuntutan JPU, yakni menuntut agar Rafael Alun didenda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Bukan hanya itu, putusan Majelis Hakim soal pidana tambahan berupa membayar uang pengganti juga lebih ringan dari tuntutan JPU yang menuntut agar Rafael membayar uang pengganti sebesar Rp18.994.806.137 subsider 3 tahun kurungan.
Dalam perkaranya, Majelis Hakim menyatakan bahwa Rafael Alun hanya terbukti menerima gratifikasi dari PT Artha Mega Ekadhana (Arme) yang merupakan perusahaan miliknya bersama-sama dengan istrinya, Ernie Meike Torondek sebesar Rp10 miliar.
"Terdakwa bersama-sama Ernie Meike Torondek secara bertahap sejak tanggal 15 Mei 2002 sampai dengan Maret 2006 telah menerima gratifikasi berupa uang seluruhnya sejumlah Rp10.079.055.519," jelas Hakim Ketua Suparman.
Selain itu, lanjut Hakim Ketua Suparman, Rafael juga telah melakukan penerimaan berkaitan dengan jabatannya sebesar Rp47.701.559.000 (Rp47,7 miliar).
Kemudian, Rafael juga terbukti menerima uang valas sebesar 2.098.365 dolar Singapura atau setara Rp24.494.298.579,60 (Rp24,4 miliar), 937.900 dolar AS atau setara Rp14.579.045.865,00 (Rp14,5 miliar), dan 9.800 euro atau setara Rp166.473.568,63 (Rp166,4 juta).
Sehingga, total penerimaan gratifikasi dan TPPU Rafael sebesar Rp97.020.432.532,2 (Rp97 miliar).
Atas putusan itu, Rafael mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Akan tetapi, Majelis Hakim menolak banding Rafael dan tetap divonis 14 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan pada Kamis (7/3).
Rafael Alun juga tetap dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp10.079.095.519.
BERITA TERKAIT: