Begitu kata Ketua Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Husseyn Umar menanggapi upaya PK dari BANI versi Sovereign atas putusan kasasi Mahkamah Agung 232 K/TUN/2018 terkait gugatan badan hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Namun demikian, putusan kasasi yang telah dikeluarkan tidak bisa ditunda dengan keberadaan PK. Sebuah putusan yang telah berkekuatan hukum tetap harus dieksekusi.
"Artinya pembatalan legalitas BANI versi Sovereign harus segera dilaksanakan," ujar Husseyn dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Kamis (26/7).
Husseyn menjelaskan bahwa pihaknya sudah menyurati Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), agar segera melaksanakan putusan tersebut. Dalam hal ini segera mencabut status Badan Hukum BANI versi Sovereign.
"Tentu dengan merujuk pada copy putusan lengkap tentang putusan kasasi MA yang telah diumumkan dalam website resmi MA," katanya
Perselisihan antaran kedua BANI ini, sambung Husseyn bermula saat ada sebuah perkumpulan yang menamakan diri persis dengan nama lembaga pimpinannya. Padahal BANI yang dipimpin Husseyn diklaim telah berdiri sejak 41 tahun lalu.
"Perkumpulan tersebut mendaftarkan dirinya sebagai badan hukum dengan nama BANI ke Kemenkum-HAM padahal nama BANI sudah dilindungi oleh UU tentang Merek sejak tahun 2003,†jelas dia.
Agar tidak timbul keresahan di kalangan publik, khususnya para pebisnis yang ingin menyelesaikan sengketanya di badan arbitrase, Husseyn meminta agar putusan kasasi MA segera dilaksanakan oleh Menkumham.
"Tidak ada lagi sebuah perkumpulan yang menamakan dirinya BANI secara tidak sah atau karena adanya itikad yang tidak baik," tutupnya. [fiq]