Gugatan itu didaftarkan pada 31 Juli 2017 dan divonis oleh majelis hakim PTUN pada 9 Agustus 2017. Diajukan oleh tujuh pemohon yang berlatar belakang advokat asal Surabaya, Jawa Timur. Mereka menggugat Keputusan DPR RI 1/DPR RI/V/2016-2017 tentang Pembentukan Pansus KPK. Mereka meminta keputusan DPR itu dibatalkan atau dinyatakan tidak sah. Namun, diketahui belakangan dari seorang pemohon, bahwa hakim PTUN tidak menerima gugatan mereka.
Bagaimana tanggapan KPK? Lembaga "superbody" itu meminta semua pihak menghormati putusan pengadilan tersebut dengan membaca putusan secara lengkap dan memahami aspek hukum.
"Sebelum kesimpulan diambil, kami sarankan putusan dibaca secara lengkap dan aspek hukumnya dipahami. Karena dokumen tersebut merupakan Penetapan PTUN yang sama sekali tidak menilai materi sah atau tidaknya Pansus Angket terhadap KPK. Hakim mengatakan bukan merupakan kewenangan PTUN untuk mengadili kasus itu sehingga dinyatakan tidak diterima," kata jurubicara KPK, Febri Diansyah, di gedung KPK, Jakarta, Rabu (6/9).
Febri menjelaskan, PTUN menolak gugatan tersebut karena subtansi dari aduan bukan wewenang PTUN. PTUN menyatakan tidak menerima dan tidak berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara hak angket KPK karena pokok gugatan tidak termasuk wewenang absolut PTUN.
"Pihak-pihak yang memahami ilmu hukum dengan baik pasti bisa membedakan mana putusan atau penetapan pengadilan yang menerima atau menolak yang sudah menguji substansi dengan putusan yang menyatakan tidak menerima," katanya.
Hingga saat ini KPK masih menunggu putusan dari Mahkamah Konstusi terkait uji keabsahan hukum hak angket KPK. Gugatan di PTUN itu juga tidak mempengaruhi sikap KPK terhadap Pansus.
"Proses itulah yang kita tunggu bersama, apalagi pihak DPR juga sudah datang dalam sidang MK tersebut. Jadi, kami ajak semua pihak agar tidak terburu-buru mengambil kesimpulan yang keliru," tegas Febri.
[ald]