Misalnya, penyalahgunaan jabatan, anti kritik, korupsi, kurang kompeten, hingga lamban bekerja. Dan ironisnya, penyakit-penyakit itu tidak hanya terjadi pada pengadilan, namun juga di kepolisian dan kejaksaan.
"Penyakit birokrasi tersebut sangat tidak sejalan dengan proses peradilan yang membutuhkan kepastian, kejujuran, kecepatan, dan akurasi sebagai bagian dan tahapan dari keadilan," kata Suparman saat diskusi 'Meluruskan Kembali Peradilan di Indonesia' di Gedung Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (30/3).
Menurutnya, akibat penyakit birokrasi tersebut yang menyebabkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada penegak hukum.
"Ini artinya ketidakadilan sudah dimulai sejak perkara berada di tangan para birokrat penegak hukum itu," ujar Suparman.
Ia memaparkan bahwa 97 persen perkara yang dialami penegak hukum merupakan suap. Hal itu sebabkan karena ketidakmampuan individu dalam menahan godaan materi.
"Sekarang ini hampir tidak mungkin terjadi intervensi oleh penguasa kepada penegak hukum. Persoalannya merupakan bagaiman para hakim atau jaksa itu dapat menahan diri untuk tidak tergiur dengan suap," pungkas Suparman.
[rus]
BERITA TERKAIT: