Arief dalam konferensi pers siang tadi di kantornya, menyebut bahwa hanya satu eksemplar yang hilang dari gedung MK.
"Padahal selain dokumen pengajuan ikut hilang pula surat kuasa hukum. Artinya itu satu berkas bukan satu eksemplar," tegas Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia, Fadli Nasution kepada
Kantor Berita Politik RMOL, sesaat lalu.
Fadli juga menilai ketua MK terkesan membela Sekjennya, M Guntur Hamzah yang sebelumnya menyatakan tidak ada dokumen hilang. Arief berdalil itu karena ketidaktahuan Guntur.
Penjelasan Arief ini menurut Fadli, sangat kontradiksi dengan fakta yang ada bahwa tim investigasi MK sudah dibentuk tanggal 6 Maret 2017. Bahkan sudah ada laporan pencurian dokumen MK ke Polda yang terdaftar tanggal 9 Maret 2017.
"Artinya saat itu sekjen MK sudah tahu tapi tetap berbohong," jelasnya.
Termasuk soal tidak ada kerugian apapun bagi pemohon sengketa Pilkada Dogiyai seperti disampaikan ketua MK. Hal ini menurut Fadli, patut dipertanyakan.
"Masalahnya adalah, kerugian jenis apa? material? non material?" kritik Fadli.
Poin lain yang juga disorotinya dari penjelasan ketua MK bahwa salah satu pelaku pencurian berkas dokumen adalah satpam senior yang sudah bertugas sejak awal MK berdiri. Fakta ini jadi mengingatkan kasus main perkara di Mahkamah Agung dulu. Mulai tukang parkir, satpam hingga sopir terlibat.
"Sangat mungkin ini gunung es terselubung," imbuh Fadli.
Fadli menegaskan, kasus pencurian dokumen MK tak bisa dianggap remeh. Karena, bisa jadi berkaitan erat dengan jual beli dokumen dan mafia hukum yang sudah lama bercokol di MK.
Seperti diketahui, pada 9 Maret, atas nama Kepala Sub Bagian Pengamanan Dalam (Pamdal) MK, Eddy Purwanto membuat laporan polisi atas pencurian berkas sengketa Pilkada 2017 di Kabupaten Dogiyai dan Kabupaten Aceh Singkil yang dilakukan dua oknum pamdal. Kejelasan mengenai kejadian itu diperoleh dari rekaman kamera pemantau (CCTV) dan keterangan dari dua anggota staf MK yang melihat kejadian pada 28 Februari 2017 itu
.[wid]
BERITA TERKAIT: