Nama politisi Partai Demokrat itu muncul dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum KPK di sidang perdana kasus e-KTP, kemarin.
"Saya Khatibul Umam Wiranu membantah menerima uang USD 400 ribu dari proyek pengadaan e-KTP," tegasnya, Jumat (10/3).
Menurut dia, semasa menjadi anggota Komisi II DPR periode 2009-2014 lalu, dirinya termasuk yang getol menolak besaran anggaran e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun serta anggaran tambahannya.
Meski akhirnya ia setuju dengan gagasan Single Identity number (SIN) dalam bentuk e-KTP sebagai program pemerintah saat itu.
"Dan saya tidak pernah mau menandatangani dokumen persetujuan Komisi II. Lalu pada tahun 2012 itu saya dipindah tugas ke Komisi III. Dan pada akhir tahun 2013 saya ditugaskan sebagai wakil ketua Komisi II akhir 2013 saat project e-KTP sudah selesai," paparnya.
Ia mengaku kaget namanya ikut muncul dalam dakwaan kasus e-KTP terhadap dua mantan pejabat eselon II Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto.
"Marwah martabat saya keluarga teman dirusak. Jahat banget yang bikin skenario, cerita dalam BAP dan dakwaan saya haqqul yakin tidak pernah terima uang dari proyek E-KTP. Saya lagi cari tahu siapa yang menggunakan nama saya dan disangkutpautkan dengan soal suap e-KTP," ujarnya.
Diakuinya memang pernah dimintai keterangan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penyidik ketika itu menanyakan alasan dirinya tidak mau menandatangani persetujuan anggaran proyek e-KTP. Ia pun menjawab karena ada yang janggl pada harga-harga di beberapa titik.
"Sehingga saya meragukan ini bisa diaudit secara benar. Kasus ini telah masuk ranah hukum, saya berharap hukum dapat bekerja secara transparan dan akuntabel. Saya yakin ada pihak tertentu yang menggunakan nama saya untuk kepentingannya. Terkait hal tersebut, saya sedang mencari tahu, siapa yang melakukan ini," pungkasnya.
[wid]
BERITA TERKAIT: