Pengacara EK Prima: Perusahaan Yang Ajukan Restitusi Bukti Pajaknya Kredibel

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 01 Maret 2017, 15:02 WIB
rmol news logo Kuasa hukum terdakwa kasus suap pajak Direktur Utama PT EK Prima Ekspor Indonesia (EK Prima), Ramapanicker Rajamohanan Nair, Samsul Huda mengklaim PT EK Prima tidak memiliki masalah dalam pajak.

Permasalahan pajak itu baru muncul setelah kliennya mengajukan restitusi pajak garmen atau pembayaran kembali pajak garmen sebesar Rp 3,5 miliar.

"Perusahaan yang berani ajukan restitusi itu berarti perusahaan yang kredibel pajaknya," ujar Samsul saat dihubungi wartawan, Rabu (1/3).

Samsul menjelaskan tim pemeriksa terjun langsung ke lapangan dan pabrik PT EK Prima setelah perusahaan yang dipimpin kliennya itu mengajukan restutusi pajak.

Dari pemeriksaan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), tim pemeriksa menyatakan permohonan restitusi pajak PT EK Prima dapat disetujui kendati ada konversi pajak kurang bayar sebesar Rp 600 juta.

Meski demikian, lanjut Samsul, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA) VI Kalibata, Johnny Sirait tiba-tiba menganulir sendiri keputusannya dan berdalih tidak dapat meyakini transaksi EK Prima lantaran diduga ada ekspor fiktif.

Menurut Samsul, pernyataan Johnny Sirait itu hanya asumsi dan tanpa adanya cek dan ricek maupun pemeriksaan terlebih dahulu. Lebih parahnya lagi, masih kata Samsul, PT EK Prima tiba-tiba dikenai surat tagihan pajak (STP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ekspor Kacang Mete sebesar Rp 78 miliar.

"Surat tagihan pajak ini tidak berdasar fakta dan aturan yang benar. Hanya berdasar asumsi atau dugaan Kepala KPP PMA VI Kalibata, saudara Johnny Sirait, bukan atas hasil temuan tim pemeriksa," ujar dia.

Lebih lanjut Samsul menjelaskan dalam keterangan saksi yang dihadirkan jaksa KPK dalam persidangan Senin (27/2) kemarin, ternyata muncul keputusan menerbitkan STP PPN terhadap PT EK Prima yang diduga untuk memenuhi target pajak dan memaksakan agar STP PPN Rp78 miliar PT EK Prima dimasukkan dalam tax amnesty.

"Keputusan untuk menerbitkan STP PPN karena adanya extra effort yang bersangkutan untuk memenuhi target pajak dan memaksakan STP PPN Rp78 miliar dimasukkan dalam Tax Amnesty, ini yang menyebabkan Pt EK Prima keberatan.

alih-alih keberatan ditanggapi, KPP VI malah kemudian mencabut status perusahaan kena pajak (PKP) PT EK Prima dan dipaksakan usulan Bukper tanpa didahulu proses IDLP (Informasi, Data, laporan dan Pengaduan) yang benar," ujarnya.

Terkait, dugaan ekspor fiktif dan penyalahgunaan kelompok lapangan usaha, Samsul menjelaskan hal tersebut sudah terbantah di persidangan. Menurutnya, jika ada dugaan tersebut maka PT EK Prima siap dan bahkan meminta untuk dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap semua transaksi, faktur pajak, maupun PEB ekspor barang di Bea Cukai.

"Justru dengan perlakuan yang bertubi-tubi tersebut maka PT EK Prima mencari keadilan dengan menolak STP, mohon pembatalan pencabutan status PKP, dan Usulan Bukper tersebut dengan mengajukan keberatan ke Kanwil dan Ditjen Pajak tembusan Menteri Keuangan," ujar Samsul.

Samsul menambahkan, keberatan dari perusahaan kliennya dikabulkan oleh Kanwil Pajak dikarenakan STP PPN yang diterbitkan KPP IV Kalibata atas transaksi komoditas kacang mete dari penjual Non PKP tidak boleh dikenakan PPN, juga dikabulkan Pembatalan Pencabutan status PKP PT EK Prima.

"Jadi PT EK Prima sangat taat aturan pajak dan clear secara perpajakan, bahwa dalam kasus ini memang ada pemberian sejumlah uang ke Handang Soekarno memang benar. Tapi itu karena klien kami diminta terus," pungkasnya. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA