Pasalnya, Buni Yani merasa ada kemiripan kasus dengan Ade Armando, tersangka kasus penodaan agama yang mendapat SP3 beberapa waktu lalu.
"Coba kita compare (bandingkan) dengan kasus Pak Ade Armando. Kenapa kemudian polisi menghentikan penyidikan. Kan jelas-jelas bahasanya, dikutip dilihat seperti apa. Menebarkan kebencian gitu lho," ungkap kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian saat dihubungi wartawan, Kamis (23/2).
Menurut Aldwin, hal itu terkesan diskriminatif dari pihak PMJ. Khususnya, dalam proses penindakan terhadap tersangka dengan kasus yang sama.
"Jadi menurut saya. Ini, ada kesan diskriminatif, perlakuan berbeda. Kemudian dengan kasus yang sama, pasal yang sama, kasus Ade Armando diberhentikan," urai Aldwin.
Rencananya, Aldwin akan mengajukan permohonan SP3 untuk kliennya. Aldwin menilai, kliennya harus mendapat perlakuan penanganan hukum yang sama seperti Ade Armando.
"Jadi, prosesnya harus dihentikan (SP3). Kalau mau fair, kita juga sama dong, hentikan. Apalagi, para ahli juga menyatakan hal yang sama. Tidak ada unsur disitu, dugaan tindakan kebencian," pungkasnya.
Seperti diketahui, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, Ade Armando, batal dipenjara, setelah polisi mengeluarkan SP3 atas kasus dugaan penodaan agama yang menjeratnya.
Padahal, Ade telah ditetapkan sebagai tersangka atas sangkaan pelanggaran tindak pidana Pasal 156a KUHP dan atau Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman maksimal 6 tahun penjara.
Sebelumnya, Ade ditetapkan tersangka dan UU ITE atas dugaan penodaan agama atas unggahan di akun media sosial (medsos) Facebook dan Twitter.
Saat itu, Ade mengunggah status yang berbunyi, "Allah Bukan Orang Arab" di akun Facebook miliknya, Mei 2015 lalu.
Imbasnya, Ade pun dilaporkan seorang warga bernama Johan Khan, pada 23 Mei 2016 terkait unggahan yang dituding telah menghina ayat Al-Quran.
Ade juga diketahui telah dipanggil dua kali, tahun 2015 lalu, sebelum ditetapkan sebagai tersangka.
[rus]
BERITA TERKAIT: