Rumah sakit bernama RS Reysa itu dimiliki tersangka pencucian uang korupsi yaitu Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rohadi.
Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif, menjelaskan bahwa pihaknya sedang mengkaji soal apakah RS yang diduga hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU) itu benar-benar dibutuhkan masyarakat. Jika dibutuhkan, RS tersebut bakal dikelola oleh negara dengan kemungkinan biaya pengobatan lebih murah dari sebelumnya.
"Jangan hilang-hilang terus (barang sitaan). Kalau begini kelihatan kan. Oh, dulunya RS yang mahal, sekarang jadi RS yang terjangkau. Jadi KPK menciptakan kesejahteraan buat orang. Jadi kemanfaatan harus tetap ada," ujar Syarif di kantornya, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (13/9).
Syarif menambahkan, bukan kali pertama KPK menghibahkan harta milik terpidana korupsi. Sebelumnya KPK pernah menghibahkan rumah mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Pol Djoko Susilo kepada Pemerintah Kota Solo. Pemkot Solo memanfaatkan rumah Djoko Susilo menjadi sebuah museum.
"Jadi seperti itu, dan jangan nanti (harta sitaan) hilang-hilang terus," ujar Syarif.
RS Reysa Cikedung diresmikan oleh Direktur PT. Reysa Permata Cikedung, Prof. DR. AR. Adji Hoesodo, pada November 2015. RS tersebut bakal menjadi Rumah Sakit Rehabilitasi Narkoba dan pelayanan cuci darah. Sedikitnya 50 unit mesin cuci darah disiapkan di sana.
Setelah Rohadi ditetapkan sebagai tersangka pencucian uang pada 31 Agustus lalu, KPK langsung melakukan penyegelan terhadap RS tersebut.
Penyegelan dilakukan oleh tim satuan tugas KPK yang dibantu oleh pihak kepolisian dari Polres Indramayu pada awal bulan ini.
Kasus TPPU Rohadi merupakan pengembangan penyidikan terhadap kasus penerimaan gratifikasi yang sudah menjeratnya lebih dulu.
Rohadi diduga berusaha mentransfer, mengalihkan, mengubah bentuk kekayaannya yang adalah hasil korupsi. Tujuannya, untuk menyamarkan asal-usul sumber lokasi peruntukan, hak-hak atau kepemilikannya harta. Rohadi disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 UU 8/2010 tentang TPPU juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Rohadi ditangkap KPK pada Rabu (15/6). Dirinya terjerat dalam operasi tangkap tangan bersama Samsu Hidayatullah, kakak kandung pedangdut Saipul Jamil, serta dua pengacara Saipul Jamil, Berthanatalia Ruruk Kariman dan Kasman Sangaji.
Mereka dicokok karena bertransaksi suap untuk mengurangi hukuman buat Saipul. Saat menangkap Rohadi, KPK menyita Rp 250 juta yang diduga berasal dari Saipul. Uang itu diduga bagian dari Rp 500 juta yang dijanjikan.
Di luar uang Rp 250 juta, KPK menemukan duit Rp 700 juta di mobil Rohadi. Asal-usul uang tersebut masih didalam KPK dan diduga berasal dari perkara lain yang diamankan oleh Rohadi.
Rohadi pun dijadikan tersangka penerima suap. Dia disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU 31/1999 tentang Tipikor sebagai diubah UU 20/2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
[ald]
BERITA TERKAIT: