Begitu dikatakan kuasa hukum SDA, Humprey Djemat dalam perbincangan dengan
RMOL, Sabtu malam (9/1).
Menurut dia, selama menjadi Menteri Agama, kliennya justru telah berhasil menyelenggarakan Ibadah Haji dengan sangat memuaskan.
"Hal tersebut terbukti dari hasil survey BPS Tahun 2011, 2012 dan 2013," sambung Humprey.
Tidak hanya itu, lanjut dia, SDA sewaktu menjabat Menag juga berhasil mendapatkan penghargaan dunia dari World Hajj and Ummra Convention (WHUC) pada tahun 2012.
Humprey juga menegaskan, tuduhan Jaksa KPK bahwa SDA telah melakukan tindakan yang merugikan keuangan negara tidaklah benar. Sebab, hasil perhitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh BPKP hanya merujuk pada data-data sekunder dan tidak menggunakan data primer.
"Maka perhitungan tersebut patut untuk diragukan kebenarannya dan dapat digolongkan sebagai bukti yang tidak meyakinkan (indubitable proof). Jika bukti yang sangat penting dan menentukan didasarkan pada bukti yang tidak meyakinkan atau dengan kata lain bukti tersebut sangat patut untuk diragukan kebenarannya," urai dia.
Karenanya, lanjut Humprey, sesuai dengan adegium hukum yang menyatakan In dubio sequndum quod tutiust est (jika terdapat keraguan, maka hal yang paling aman bagi tertuduh yang harus ditempuh, red), maka seharusnya perhitungan kerugian keuangan negara tersebut tidak dapat digunakan dan harus ditolak.
"Tindakan SDA telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bukti kerugian negara yang dikatakan JPU KPK sangat meragukan dan harus ditolak ," sambung dia.
"Proses pembuktian haruslah didasarkan pada batas-batas yang diperbolehkan oleh hukum (In re licita). Semoga keadilan di Indonesia masih dapat dijalankan dan ditegakkan sesuai dengan hukum yang berlaku tanpa ada kepentingan-kepentingan lain yang menyusupinya. Karena sesuatu yang adil dan baik itulah sesungguhnya hukum dari segala hukum," demikian Humprey mengunci perbincangan.
SDA sebelumnya dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp 750 juta oleh Jaksa KPK. Terdakwa kasus korupsi dana penyelenggaraan haji itu diminta mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 2,325 miliar.
SDA dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan haji di Kementerian Agama. Selama menjabat Menteri Agama pada 2010-2014, Suryadharma diduga menyalahgunakan wewenang saat menunjuk petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji dan petugas Pendamping Amirul Haji.
Dia juga dinilai telah mengarahkan tim Penyewaan Perumahan Jemaah Haji Indonesia agar menyewa penginapan yang tidak sesuai dengan ketentuan. Jaksa mengatakan Suryadharma telah memanfaatkan sisa kuota haji nasional tidak sesuai dengan ketentuan serta menyalahgunakan Dana Operasional Menteri (DOM) untuk kepentingan pribadi.
Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan itu dijerat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.
[sam]
BERITA TERKAIT: