"Yang paling penting kita lihat dalam perkara ini kan perbuatan melawan hukum yang dilakukan secara bersama-sama. Bahwa Budi Mulya bersama sembilan orang lainnya melakukan perbuatan melawan hukum yang berakibat menguntungkan pihak-pihak tertentu," jelas peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S. Langkun saat ditemui di kantornya, Jalan Kalibata Timur IV, Jakarta (Minggu, 20/7).
Menurutnya, KPK harus mengejar variabel utama dalam penanganan kasus yang merugikan negara Rp 6,7 triliun di tahun 2008 lalu. Yakni adanya faktor melawan hukum yang dilakukan secara bersama-sama atau keikutsertaan.
"Siapa-siapa saja yang diuntungkan. Menurut audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dalam dakwaan disebutkan Rp 6,7 triliun bailout, sekitar Rp 690 miliar akibat FPJP (Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek). Ini ada yang diuntungkan," ujar Tama.
Termasuk pertanggungjawaban dari mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang pada 2008 juga menjabat Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang menelurkan kebijakan bailout.
ICW belum melihat adanya campur tangan pihak asing dalam hal ini Amerika Serikat pada upaya penuntasan skandal Century. Mengingat, Sri Mulyani yang kini menjadi salah satu direktur di World Bank tidak disebutkan sebagai pihak yang turut serta melakukan bailout dalam dakwaan Budi Mulya.
"Saya berpandangan ini masih dalam ranah satu level di Budi Mulia saja. Tapi, masih ada nama-nama lain yang disebut dalam vonis persidangan tidak tertutup kemungkinan Sri Mulyani dikejar oleh KPK," kata Tama.
"Sebetulnya kita berharap KPK mempertimbangkan bukti-bukti yang ada dan keyakinan majelis hakim dalam persidangan untuk mengejar tersangka lain dan harta yang sudah merugikan negara ada upaya pengembalian," imbuhnya.
[dem]
BERITA TERKAIT: