Minggu, 21 Desember 2025, 18:25 WIB
Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda. (Foto: Podcast RMOL)
RMOL. Transaksi nontunai yang selama ini diterapkan sejumlah tempat perbelanjaan Jakarta tidak boleh mengabaikan sisi kemanusiaan.
Transaksi nontunai memang dimaksudkan mempercepat proses pembayaran. Namun konsep ini tidak lantas menghapus fungsi fisik alat pembayaran sah negara, yakni Rupiah.
"Masyarakat kita juga masih banyak yang belum terinklusi keuangan dengan baik," ujar Direktur Ekonomi DigitalCenter of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda kepada
Kantor Berita Ekonomi dan Politik RMOL, Minggu, 21 Desember 2025.
Penerapan pembayaran digital dengan tidak menerima tunai memang bisa diterapkan di tempat-tempat tertentu. Namun pembayaran sistem digital seperti QRIS atau uang elektronik bukan berarti menolak Rupiah.
"Misal untuk mempercepat transaksi di jalan tol agar tidak menimbulkan antrean. Karena jikalau timbul antrean panjang, maka masyarakat juga dirugikan," tuturnya.
Huda mengamini tidak ada larangan bagi pihak swasta, baik itu produsen atau penjual untuk menerapkan sistem pembayaran nontunai.
"Tentu itu kembali lagi ke tujuan dari produsen atau penjualnya," tambahnya menegaskan.
Kendati begitu, Huda memandang penerapan pembayaran digital mesti harus disosialisasikan kepada masyarakat, dan juga disesuaikan dengan aksesibilitas terhadap digitalisasi.
"Tidak semua mempunyai
device smartphone. Jangan sampai kehadiran pembayaran digital justru menghilangkan rasa kemanusiaan," pungkas Huda.
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) mengingatkan pelaku usaha tidak menolak pembayaran menggunakan uang tunai dalam setiap transaksi di Indonesia.
Penegasan ini disampaikan Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso menyusul viralnya video di media sosial memperlihatkan gerai Roti O menolak pembayaran tunai dan hanya melayani transaksi menggunakan QRIS.
Ia menegaskan, ketentuan kewajiban menerima Rupiah sudah diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan, yakni Pasal 33 ayat (2) UU 7/2011 tentang Mata Uang yang melarang setiap orang menolak Rupiah dalam transaksi pembayaran.
“Setiap orang dilarang menolak menerima Rupiah sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah tersebut,” kata Denny kepada redaksi, Sabtu, 20 Desember 2025.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.