Dalam grup chat tersebut, Menteri Pertahanan Pete Hegseth, Wakil Presiden JD Vance, dan pejabat lainnya membahas serangan yang akan datang terhadap pemberontak Houthi di Yaman, yang diumumkan oleh Presiden Donald Trump pada 15 Maret.
Pelanggaran ini terungkap setelah Goldberg mengungkapkan bahwa ia menerima pemberitahuan tentang serangan tersebut beberapa jam sebelum diumumkan.
Dalam tulisannya di
The Atlantic, Goldberg menjelaskan bahwa ia ditambahkan ke grup Signal yang terdiri dari pejabat tinggi pemerintah pada 13 Maret, dua hari sebelum serangan.
Di dalamnya, Hegseth mengirimkan rincian mendalam tentang serangan yang akan terjadi, termasuk target, senjata yang akan dikerahkan, dan urutan serangan.
"Menurut pesan panjang yang dikirim oleh Hegseth, ledakan pertama di Yaman akan terjadi dua jam dari sekarang, pada pukul 1:45 siang waktu timur," tulis Goldberg, yang mengonfirmasi kronologi tersebut dengan kejadian yang berlangsung di Yaman, seperti dimuat Reuters pada Selasa, 25 Maret 2025.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional, Brian Hughes, mengonfirmasi insiden tersebut dan menyatakan bahwa pihaknya sedang menyelidiki bagaimana Goldberg bisa terlibat dalam percakapan tersebut.
"Rangkaian pesan yang dilaporkan tampaknya asli, dan kami sedang meninjau bagaimana nomor yang tidak sengaja ditambahkan ke rangkaian pesan tersebut," ungkap Hughes.
Meskipun kejadian ini berpotensi membocorkan informasi sensitif, Gedung Putih menekankan bahwa Presiden Trump tetap memiliki kepercayaan penuh pada tim keamanan nasionalnya.
Trump sendiri, ketika diminta mengomentari insiden tersebut, menyatakan bahwa ia tidak tahu tentang masalah tersebut, menegaskan bahwa peristiwa ini merupakan kecelakaan yang tak disengaja.
Insiden ini memicu reaksi keras dari banyak pihak, terutama di kalangan politisi Demokrat.
Pemimpin Minoritas Senat Chuck Schumer menyebut kebocoran tersebut sebagai salah satu pelanggaran intelijen militer paling mengejutkan dan mendesak agar dilakukan penyelidikan lebih lanjut.
Senator Jack Reed juga mengecam kejadian tersebut dengan menyebutnya sebagai "kecerobohan yang berbahaya."
Hillary Clinton, yang sebelumnya menjadi target kritik Trump terkait penggunaan server email pribadi saat menjabat sebagai Menteri Luar Negeri, mengunggah artikel dari The Atlantic dengan komentar satir, "Anda pasti bercanda."
Kebocoran ini datang di tengah serangkaian serangan yang diluncurkan oleh Amerika Serikat terhadap pemberontak Houthi di Yaman.
Houthi, yang telah menguasai sebagian besar Yaman lebih dari satu dekade, menjadi bagian dari aliansi pro-Iran yang menentang Israel dan Amerika Serikat.
Mereka sering meluncurkan serangan terhadap kapal-kapal yang lewat di Laut Merah dan Teluk Aden, dengan mengklaim bahwa ini adalah bentuk solidaritas terhadap Palestina.
Serangan-serangan ini telah melumpuhkan jalur pengiriman utama yang menghubungkan Asia dengan Eropa, dan mengganggu sekitar 12 persen lalu lintas perdagangan dunia.
Pemerintah AS, di bawah Presiden Joe Biden sebelumnya, telah menargetkan Huthi sebagai bagian dari respons terhadap ancaman ini, sementara Trump menyatakan tekad untuk menggunakan kekuatan mematikan dalam menghadapi kelompok tersebut.
Sebagai tambahan, Trump berkomentar bahwa jika AS berhasil memulihkan kebebasan navigasi dengan biaya yang besar, perlu ada keuntungan ekonomi lebih lanjut yang diambil sebagai imbalannya, suatu pandangan yang mencerminkan ketegangan antara kepentingan strategis dan ekonomi dalam kebijakan luar negeri AS terhadap Yaman.
Insiden kebocoran ini menyoroti kerentanannya dalam komunikasi internal pemerintahan yang memiliki akses informasi sensitif, yang jika jatuh ke tangan yang salah, dapat memengaruhi kebijakan luar negeri AS dan hubungan diplomatik internasional.
BERITA TERKAIT: