Kesulitan dalam beribadah menjadi salah satu pertimbangan utamanya. Meski begitu, nyatanya, sudah ada 11 muslim yang mampu sampai di ruang angkasa.
Kehadiran mereka menjadi bukti bahwa menjadi muslim bukanlah alasan untuk takut bermimpi. Seorang muslim bisa menjadi apa saja, termasuk astronot, dengan tidak mengesampingkan kewajiban mereka untuk beribadah.
Astronot muslim pertama dan sudah diketahui oleh banyak orang adalah putra Raja Salman, Sultan bin Salman Al Saud, dari Arab Saudi. Ia meluncur denngan STS-51-G pada 17 Juni 1985.
Dua tahun kemudian, 22 Juli 1987, Muhammed Faris dari Suriah menyusul menggunakan Mir EP-1.
Lalu seorang warga Uni Soviet yang saat ini menjadi Azerbaijan, Musa Manarov mengunjungi ruang angkasa sebanyak dua kali pada 21 Desember 1987 menggunakan Mir EO-3 dan 2 Desember 1990 dengan Soyuz TM-11.
Abdul Ahad Mohmand dari Afganistan dan Toktar Aubakirov dari Kazakhstan juga menyusul pada 29 Agustus 1988 dengan Mir EP-3 dan 2 Oktober 1991 dengan Soyuz TM-13.
Warga Kazakhstan kedua, Talgat Musabayev, menjadi astronot yang paling sering ke ruang angkasa. Di antaranya pada 4 November 1994 dengan Soyuz TM-19, 25 Agustus 1998 dengan Soyuz TM-27, dan 6 Mei 2001 dengan Soyuz TM-32.
Muslim Rusia, Salizhan Sharipov juga meluncur pada 20 Januari 1998. Ia juga mengikuti Expedition 10 pada 14 Oktober 2004.
Warga AS yang lahir di Iran, Anousheh Ansari kemudian pada 18 September 2006 berhasil mencapai ruang angkasa dengan Soyuz TMA-9.
Negara tetangga Malaysia juga tidak ketinggalan dan sudah mengirim astronot muslim pertamanya pada 10 Oktober 2007. Ia adalah Sheikh Muszaphar Shukor dengan Soyuz TMA-11. Ia bahkan pergi ke luar angkasa ketika Bulan Ramadhan.
Aidyn Aimbetov dari Kazakhstan dan Hazza Almansoori dari Uni Emirat Arab juga meluncur masing-masing pada 2 September 2015 dan 25 September 2019. Masing-masing menggunakan Soyuz TMA-18M dan Soyuz MS-15.
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, para ulama dan akademisi sudah membuat sebuah aturan ibadah bagi muslim di ruang angkasa.
Sheikh Muszaphar Shukor dari Malaysia bahkan membuat pedoman beribadah di Stasiun Luar Angkasa yang bertajuk "A Guideline of Performing Ibadah at the International Space Station (ISS)" agar muslim tidak perlu bingung.
Di dalamnya dijelaskan berbagai aturan yang ditetapkan ulama dan akademisi perihal ibadah. Termasuk diperbolehkannya menggunakan Istinja dan wudlu secara tayammum.
Untuk shalat, para astronot muslim bisa menghadap Kabah. Jika sulit, mereka bisa menghadap Bumi.
Waktu shalat pun tidak dipersulit. Para astronot muslim bisa mengikuti waktu shalat berdasarkan tempat mereka meluncur. Artinya, jika mereka meluncur di London, mereka bisa menggunakan waktu London.
Bahkan, seorang astronot muslim pun masih tetap bisa shalat jika mereka berada di Mars sekalipun. Oleh karena itu, bagi para muslim, jangan pernah takut untuk mewujudkan mimpi.