Menteri Riset Pendidikan, Sains, dan Teknologi Negara Michael Manyin pada Rabu (29/5) mengatakan, Sarawak akan memperkenalkan program ini dengan tujuan agar anak-anak lebih kompetitif, dan percaya diri untuk berbicara dan mengekspresikan diri dalam bahasa Inggris.
"Kami tidak akan melakukan putar balik," tegasnya, seperti dimuat media Malaysia
The Star.
Dia menegaskan bahwa negara baguannga tidak akan mundur dengan rencana itu meski ada kritik yang bermunculan.
Manyin lebih lanjut menjelaskan, sebanyak 1.265 sekolah dasar di Sarawak akan berpartisipasi dalam program ini. Sementara itu, sebanyak 2.657 guru akan dilatih pada tahun depan demi keberlangsungan program tersebut.
Namun, ada pengecualian bagi sekolah yang berbasis bahasa Mandarin. Sekolah semacam itu akan dibebaskan dari pengajaran dua mata pelajaran tersebut dalam bahasa Inggris.
"Kementerian menghormati keputusan mereka dan mereka memiliki hak untuk memilih," sambungnya.
Dimuat
Channel News Asia, mengajar mata pelajaran dalam bahasa Inggris sebenarnya bukanlah kebijakan baru di Malaysia. Pada tahun 2003, pemerintah Malaysia menerapkan kebijakan Pengajaran dan Pembelajaran Sains dan Matematika dalam Bahasa Inggris (PPSMI) untuk meningkatkan penguasaan bahasa Inggris di kalangan siswa.
Namun kebijakan itu kemudian dihapus pada tahun 2009 setelah studi mendalam mengungkapkan bahwa kebijakan tidak efektif, dan kebijakan itu menyebabkan sekitar 500.000 siswa menjadi "korban" dari kebijakan itu setiap tahunnya dan menyebabkan mereka memiliki kemampuan bahasa Inggris yang buruk.
Pemerintah federal kemudian menjelaskan bahwa para siswa ini tidak dapat belajar matematika dan sains ketika mereka tidak mahir berbahasa Inggris.
Selanjutnya, Departemen Pendidikan Malaysia meluncurkan Program Dual Language (DLP) pada tahun 2016, yang memungkinkan sekolah dasar dan menengah yang dipilih untuk mengajar Sains dan Matematika dalam bahasa Inggris.
Sebanyak 1.303 sekolah secara nasional menawarkan DLP, yang sebenarnya tidak wajib, pada tahun lalu.
Namun, seperti PPSMI pendahulunya, DLP juga menarik reaksi keras karena mengikis nasionalisme dan penguasaan bahasa nasional.
BERITA TERKAIT: