Dilaporkan
Channel News Asia, setidaknya ada 200 polisi yang memblokir pintu utama universitas untuk mencegah pengunjuk rasa melakukan long march.
Para pengunjuk rasa sendiri menegaskan bahwa aksi mereka damai dan mereka hendak menyampaikan apresiasi mereka mengenai masalah sosial.
Para pengunjuk rasa yang bergabung dalam demonstrasi tersebut termasuk anggota dari berbagai kelompok hak asasi manusia Thailand termasuk jaringan pertanian, anti-pertambangan dan kesehatan alternatif.
"Long march ini adalah jalan persahabatan Selama empat tahun terakhir di bawah pemerintahan kudeta, kita tidak memiliki hak dalam hal pidato, tindakan Kami menginginkan junta untuk mendengarkan kita," kata salah seorang aktivis.
Dia menambahkan bahwa para pemrotes akan tetap tinggal di universitas sampai mereka diizinkan untuk melakukan aksinya.
Thailand diketahui telah diperintah oleh militer sejak 2014. Demonstrasi sejak itu menjadi jarang, sebagian karena perintah pemerintah melarang majelis umum.
Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyatakan keprihatinan atas apa yang mereka sebut sebagai situasi memburuknya hak di Thailand, termasuk hukuman keras bagi mereka yang dihukum karena melanggar undang-undang lese-majeste, yang dikenal dengan Pasal 112, serta pembatasan lainnya yang diterapkan pada kebebasan berekspresi.
"Kami ingin memberitahu junta bahwa Anda telah membawa Thailand kembali jauh, orang-orang di kementerian pertanian adalah semua jenderal, hanya ada jenderal!" kata seorang pemimpin protes.
[mel]
BERITA TERKAIT: