Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI)

UU ITE Berpotensi Bungkam Oposan

Laporan: | Rabu, 06 Februari 2019, 22:15 WIB
UU ITE Berpotensi Bungkam Oposan

Fahri Hamzah/Net

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dinilai berpotensi dijadikan senjata oleh penguasan saat ini.

Tujuannya adalah untuk membungkam mereka para oposan yang berbeda dengan pemerintah.

"Kondisi sudah mencemaskan. Negara menjadi juru tafsir atas wilayah pribadi, dengan merampas kebebasan berpendapat atas nama penegakan hukum," tegas Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah kepada wartawan di Jakarta, Rabu (6/2) menyikapi UU ITE  yang mulai memakan korban alat pemerintah untuk membungkam tokoh oposan.

"Di sini, kita wajib merasa khawatir, karena negara direpresentasikan oleh pemerintah yang berpihak/ partisan. Ia bergerak melalui yudikatif yang tidak sepenuhnya mandiri," tegas Fahri Hamzah.

Dia menegaskan hal itu terjadi karena negara tidak siap berdialog secara demokratis dan dewasa. Bahkan, negara mempersonalisasi kritik, meski tidak secara langsung.

"Tapi ia (penguasa), menunggu tokoh-tokoh oposan salah ucap. Padahal, negara-negara demokrasi tidak memasukan pencemaran nama baik sebagai bagian dari hukum pidana," katanya lagi.

Pihaknya pun menyesalkan sikap aparat penegak hukum yang 'dipaksa' dalam pertarungan politik jelang Pemilihan Umum pada akhirnya  berdampak pada kerugian instansi penegak hukum, seperti kepolisian hingga pengadilan menjadi babak belur.

"Ini yang saya sedihkan, aparat penegak hukum kita dipaksa ada dalam pusaran perkelahian politik yang tentunya merugikan institusi penegak hukum. Akibatnya, mereka jadi berantakan," tegas Fahri Hamzah.

Untuk itu,  penggagas ormas  Gerakan Arah baru Indonesia (GARBI) itu memberikan usulan kepada Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang), supaya kasus-kasus terkait pelanggaran UU ITE tidak lagi terulang dikemudian hari.

"Dalam Perppu nya itu, Presiden bilang Undang Undang ITE itu tidak boleh lagi dipakai untuk kasus pencemaran nama baik dan sebagainya. Ini perlu, supaya lapor melapor antar warga negara itu dihentikan," katanya.

Meskipun sedang menjelang Pemilu 2019, namun menurut Fahri, Presiden Jokowi harus punya keberanian mengambil politik hukum dan tidak bisa nunggu DPR, karena DPR-nya lama dan ini lagi dalam transisi.

"Kalau presiden berani menghentikan ini, dia pasti dapat kredit, tapi kalau dia mengambil keuntungan dari ini percayalah kalau dia rugi," demikian Fahri Hamzah. [wis]

1xx

Kolom Komentar

Artikel Lainnya

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI)