Pemerintah Harus Berani Tinjau Perjanjian ASEAN
| Jumat, 06 Juli 2018, 14:55 WIB
Supratman Andi Agtas/Humas DPR
Pemerintah Indonesia harus berani meninjau kembali Perjanjian ASEAN dan Mitra ASEAN sebelum dilakukan ratifikasi.
Karena selama ini pemerintah seperti tidak punya bayangan terhadap keunggulan kompetitif yang dimiliki Indonesia.
“Ini marwah kebangsaan, ini kedaulatan negara dan itu yang tidak selalu dipertimbangkan pemerintah dalam melakukan perjanjian internasional. Pemerintah hanya mau mendapatkan pujian, padahal dari sisi perdagangan itu sangat merugikan," tegas anggota KOmisi VI DPR, Supratman Andi Agtas saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen Perundingan Perdagangan (PPI) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (4/7) lalu.
Supratman menambahkan pada RDP ini, pemerintah hanya memberi potensi ekspor yang akan tumbuh 13-14 persen, tetapi tidak memberi gambaran betapa besar potensi peningkatan impor bila ratifikasi perjanjian internasional itu ditandatangani.
"Kita menginginkan neraca perdagangan kita positif, tetapi kalau pada akhirnya nanti negatif juga, untuk apa kita meratifikasi ini? Kementerian Perdagangan harus mengantisipasi bila nanti kita akan menjadi negara yang konsumtif," terang politisi Partai Gerindra ini.
"Walaupun secara personal saya tidak suka dengan Presiden Amerika Donald Trump, tapi saya suka dengan slogan American First. Sebagai sebuah negara dengan nasionalisme yang begitu besar, kenapa Indonesia tidak bisa bersikap seperti itu," imbuhnya.
Supratman meminta pemerintah harus jujur kepada DPR terhadap data, baik data impor maupun potensi ekspor yang dimiliki. Sebagai contoh, Dirjen PPI saat rapat menyajikan data potensi ekspor produk Asean on Medical Device Directive (AMDD). Pemerintah tidak pernah menyajikan berapa besar peningkatan impor yang terjadi di negara ini.
Politisi dapil Sulawesi Tengah itu meminta kepada Dirjen PPI supaya melakukan kajian yang mendalam sebelum ditandatangani perubahan atau amandemen terhadap perjanjian perdagangan antar ASEAN dan mitra-mitra ASEAN yang lain, termasuk New Zaeland dan Australia.
[wid/***]