Tenda biru yang didirikan di depan gedung MPR/DPR/DPD RI di Senayan tak dapat menahan sengatan sinar matahari yang begitu terik siang itu (Jumat, 30/12). Seperti para penjahit mulut lainnya, pasangan suami-istri Yahya (47) dan Purwati (45) berbaring untuk mengurangi rasa sakit. Sudah dua minggu mereka yang tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamat Pulau Padang (FKMPPP) menjahit mulut mereka di halaman di luar gerbang utama gedung Senayan. Aksi jahit mulut mereka lakukan untuk mengetuk hati nurani pemerintah, khususnya Kementerian Kehutanan yang menerbitkan SK bernomor 327/Menhut-II/2009 tentang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri.
Surat keputusan itu menambah luasan areal HTI seluas 235.140 hektar (tahun 2004) menjadi 350.167 hektar (2009). Dari jumlah itu, 41.205 hektar berada di Pulau Padang. Selain merusak lingkungan, keputusan Menteri Kehutanan itu juga berpotensi merampas lahan rakyat di Pulau Padang. Salah satu perusahaan yang sangat menikmati SK Menhut itu adalah PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).
Masyarakat Pulau Padang melakukan perlawanan sejak pertama kali SK itu diterbitkan. Berbagai negosiasi telah dilakukan. Namun selalu berakhir dengan kegagalan. Bulan April 2011, sebanyak 45 orang perwakilan warga Pulau Padang kembali datang ke Jakarta. Di Kementerian Kehutanan mereka menggelar aksi mogok makan selama beberapa hari. Ini pun sia-sia.
***
Bulan ini sebanyak puluhan warga Pulau Padang kembali datang ke Jakarta. Tujuan utama mereka adalah untuk melakukan aksi jahit mulut bersama di depan gedung wakil rakyat. Sejauh ini, sudah 28 orang yang menjahit mulut. Purwati menjadi satu-satunya perempuan yang ikut dalam aksi jahit mulut. Ia menjahit mulut tanpa paksaan dari siapapun termasuk dari sang suami.
Yahya dan Purwati berkomunikasi dengan Rakyat Merdeka Online yang mengunjungi mereka dengan menuliskan keluhan dan perasaan mereka.
Lewat secarik kertas, Yahya mengatakan dirinya capek, lemah, dan perutnya sakit. Tetapi itu semua tak mengalahkan rasa takut akan kehilangan kebun miliknya akibat perampasan yang dilakukan PT RAPP.
Yahya mulai menjahit mulut pada 20 Desember lalu. “Rasanya sakit sekali,†tulisnya lagi. Tetapi dia bertekad tidak akan melepaskan jahitan di mulut hingga tuntutan mereka dikabulkan.
Istrinya, Purwati, mulai menjahit mulut sehari sebelum suaminya. Kini ia tampak begitu lemah dalam balutan kaos berwarna ungu dan celana jeans biru pendek. Rambutnya yang juga pendek dibiarkan kusut. Ia berbaring beralaskan spanduk bekas.
Yahya dan Purwati meninggalkan dua anak mereka di Pulau Padang. Ini jelas bukan hal yang mudah untuk dilakukan.
"Saya dan istri siap sampai mati dalam perjuangankan hak hidup anak dan generasi mendatang,†masih tulis Yahya.
Pelaku aksi jahit mulut lainnya, Yakub (62), pun menuliskan, dirinya tidak akan putus asa. Ia adalah pelaku jahit mulut yang paling tua. Siang itu ia mengenakan baju hijau, peci putih yang sudah bernoda coklat. Rambut putih tak membuat semangatnya pudar.
“Saya disini tanpa paksaan,†tulisnya. Sehari sebelumnya ia sempat terserang demam.
“Ketua DPR RI, Marzuki Alie, meminta kami menghentikan aksi jahit mulut. Kami belum akan berhenti, karena kami merasa belum mendapatkan keadilan dan tuntutan kami belum dipenuhi,†ujar Muhammad Ridwan yang memimpin aksi itu.
Menurut Ridwan, tadinya mereka berencana menjahit mulut sejak dalam perjalanan dari Pulau Padang. Namun belakangan, rencana itu dikoreksi. “Kami akhirnya melakukan aksi setelah tiba di Jakarta,†ujarnya lagi.
***
Pelaku jahit mulut menggunakan jarum jahit biasa dan menggunakannya secara bergantian. Tak heran bila beberapa relawan mengalami infeksi karna pemakaian jarum yang bergantian dan tidak steril.
Bila infeksi terjadi, bagian yang dijahit akan mengeluarkan nanah dan darah. Kalau sudah begitu, mereka akan melepaskan jahitan, membersihkan luka dan kembali menjahit mulut mereka.
Salah seorang yang juga terlibat dalam aksi mulut ini adalah Mukti (37). Ia bertugas memantau kesehatan pelaku aksi jahit mulut. Ia juga bertanggung jawab mengontrol asupan minuman dan vitamin untuk setiap pelaku aksi jahit mulut. Para pelaku jahit mulut, sebutnya, sering mengeluhkan masalah di perut mereka.
“Maklum Mbak, mereka kan jarang mengkonsumsi minuman berserat. Jadi perut mereka kadang sakit," ujarnya kepada Rakyat Merdeka Online.
“Kami berharap aksi ini dapat membuat pemerintah yang sudah tuli segera mendengar tuntutan kami,†katanya lagi. [guh]
< SEBELUMNYA
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: