Kondisi defisit anggaran merÂupakan penyebab menumpuknya utang. Oleh karena itu pemerinÂtah dituntut segera mencari teroÂbosan untuk mengatasi masalah utang dan defisit anggaran.
Deputi direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Andi Muttaqien, menÂerangkan sebagaimana diatur UU no. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, setiap tahunÂnya pemerintah dan DPR meneÂtapkan defisit dalam APBN tidak lebih dari 3 persen. Sementara rasio utang pemerintah dibatasi pada level 60 persen terhadap PDB.
"Kedua indikator inilah yang selalu dijadikan klaim pemerÂintah bahwa keuangan negara masih dianggap aman dan terkÂendali walaupun tumpukan utang negara untuk menutupi defisit setiap tahunnya semakin meningkat dan mengkhawatirÂkan," katanya.
Pihaknya melihat, sejak penerapan anggaran defisit, utang merupakan kata kunci dalam pengelolaan APBN. Utang sebaÂgai sumber pembiayaan menutup defisit dijadikan faktor penentu bagi keberlanjutan fiskal, yakni keberlanjutan atas penerimaan dan pengeluaran pemerintah, baik pada sisi rencana maupun realisasi. Maka keberlanjutan fiskal sangat bergantung pada kemampuan pengelolaan utang pemerintah.
Namun kondisi ini sangat rentan bagi keuangan negara, dan jelas akan menyengsarakan warga negara. "Kenyataannya kemampuan pengelolaan utang pemerintah terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Dengan kata lain, kemampuan penerimaan ekspor untuk memÂbayar utang luar negeri semakin lama semakin berkurang," tuÂturnya.
Sementara membengkaknya defisit keseimbangan primer menginsyaratkan bahwa APBN telah kehilangan kemampuanÂnya untuk membayar bunga utang dari hasil penerimaan negara. Pemerintah dipaksa mencari utang baru hanya untuk membayar bunga utang lama.
"Situasi ini membuat utang Indonesia terus membengkak dan semakin sulit keluar dari jeratannya," imbuh Andi.
Peningkatan utang untuk menutupi defisit anggaran terÂjadi sangat signifikan. Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri Indonesia mencapai US$ 352,2 miliar atau sekiÂtar Rp 4.773 triliun per akhir Desember 2017. Jumlah tersebut naik 10,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Manager Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Edo Rahman, mengaÂtakan untuk mengatasi defisit keseimbangan primer yang terus meningkat, pemerintah hanya memiliki dua opsi, yaitu meningkatkan penerimaan atau memangkas belanja. ***
BERITA TERKAIT: