Kepala Bagian Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi mengatakan, proses lelang impor beras harus dipastikan berjalan secara transparan dan adil. Untuk itulah verifikasi atas kelayakan perusahaan juga sangat penting dilakukan.
"Proses penunjukan negara asal impor selama ini tidak dilakukan secara transparan. Selain itu, posisi Bulog sebagai importir tunggal juga rawan menciptakan persaingan yang tidak sehat dan hanya menguntungkan segelintir pihak," bebernya.
Hizkia juga menilai langkah ini dilakukan pada saat yang tidak tepat. Sebab, ada beberapa tahapan dalam proses lelang di antaranya mengiklankan, pembentukan tim pelaksana lelang, dan aanwijzing.
"Belum lagi proses ini juga melibatkan banyak perusahaan. Tentu tim pelaksana membutuhkan waktu untuk memverifikasi mereka,†terang Hizkia.
Namun lebih lanjut, CIPS tetap mendorong pemerintah untuk menghapus Permendag nomor 103 tahun 2015 pasal 9 ayat 1b yang memberikan monopoli impor beras kepada Bulog. Sektor swasta seharusnya juga diberikan kewenangan serupa, tidak hanya untuk mengimpor beras khusus atau beras untuk keperluan industri.
Sektor swasta karena tidak memiliki pertimbangan politis, diyakini mampu membaca kondisi pasar beras nasional dan internasional dengan lebih baik. Sehingga diharapkan mereka bisa mengimpor dengan jumlah yang tepat, dengan harga yang jauh lebih murah daripada pasar nasional.
“Mekanisme pasar akan menghasilkan kompetisi yang sehat, harga yang kompetitif dan menurunkan adanya kemungkinan kartel atau pemain yang itu-itu saja dalam pasar impor beras. Konsumen akan menjadi pihak yang paling diuntungkan dengan adanya mekanisme ini,†jelasnya.
Beras impor kemungkinan akan didatangkan dari Thailand, Myanmar, Vietnam dan Pakistan. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi peserta lelang antara lain adalah harus merupakan anggota asosiasi beras di negara produsen, perusahaan layak dan memiliki pengalaman di bidang ekspor impor.
[wid]