Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi mengatakan, Peraturan Menteri Perdagangan 59/2016 pasal 19 menunjukkan diskriminasi terhadap para pedagang pasar tradisional dan tidak memihak kepentingan masyarakat. Pasal itu menyebutkan kalau daging sapi impor hanya bisa masuk ke hotel, restoran dan kafe dengan alasan melindungi peternak lokal dan pedagang pasar tradisional tidak punya pendingin.
"Padahal sekitar 70 persen pasar di Indonesia adalah pasar tradisional. Masyarakat berhak mendapatkan daging berkualitas dengan harga yang juga terjangkau dan pedagang jangan sampai dirugikan," jelasnya kepada redaksi, Selasa (7/11).
Menurutnya, Permendag 59/2016 pasal 19 hanya satu dari beberapa aturan lain yang diskriminatif dan tidak memihak masyarakat. Pada pasal 10 ayat 1 dan pasal 11 ayat 2 menyebut bahwa dibutuhkan lebih dari 30 hari kerja untuk mendapatkan lisensi impor. Sementara, di pasal 9 ayat 1 dan 2 disebutkan hanya BUMN yang bisa mengimpor daging sapi yang sebagian wilayahnya masih terdapat penyakit hewan.
"Aturan ini menunjukkan tidak adanya kemudahan yang diberikan pemerintah terhadap pihak swasta yang mau mengimpor. Selain itu tidak disebutkan BUMN mana yang bisa mengimpor, prosesnya tidak transparan. Padahal Indonesia sudah menandatangani General Agreement on Tariffs and Trade World Trade Organization (WTO) yang menyebutkan kalau hambatan non tarif tidak boleh menjadi restriksi dalam perdagangan," beber Hizkia.
Pemerintah sudah meratifikasi GATT WTO lewat UU 7/1994 namun permasalahan seputar lisensi impor dan kuota impor daging masih menjadi hambatan dalam perdagangan daging sapi. Hal itu yang menyebabkan harga daging sapi masih tinggi.
Peraturan-peraturan tadi termasuk dalam hambatan non tarif yang membuat harga daging sapi di Tanah Air konsisten tetap tinggi. Setelah melakukan berbagai cara seperti menetapkan harga acuan dan membentuk satuan tugas pangan, harga komoditas daging sapi tetap tidak bisa mencapai angka Rp 80 ribu per kilogram seperti yang sudah ditargetkan. Data Badan Pusat Statistik pada 28 Oktober 2017, harga daging sapi masih berada di angka Rp 116.601 per kilogram.
Untuk menjaga stabilitas harga daging, CIPS mendorong pemerintah menghapus berbagai hambatan non tarif yang diimplementasikan melalui berbagai aturan tadi. Dengan menghapus aturan tersebut, maka harga daging akan lebih terjangkau dan mekanismenya lebih terintegrasi dengan pasar internasional. Selain itu, meminta pemerintah tidak mengisolasi diri dari impor jika memang dapat memenuhi kebutuhan daging domestik.
"Untuk membantu kualitas hidup peternak lokal pemerintah harus lebih fokus pada program perlindungan sosial seperti Program Keluarga Harapan, Kartu Indonesia Pintar, dan Kartu Indonesia Sehat. Untuk meningkatkan skill dan pengetahuan mereka pemerintah sebaiknya menjalin kerja sama internasional supaya mereka berkesempatan belajar dan menimba pengalaman soal beternak dari negara-negara yang lebih ahli," demikian Hizkia.
[wah]
BERITA TERKAIT: