Menurut Direktur Utama PT Jasa Marga Tbk, Desi AriÂyani, selain jumlah volume kendaraan, antrean panjang juga dikarenakan masih adanya proses transisi perubahan perilaku dari masyarakat.
"Untuk jalan tol di Jabodetabek misalnya, visi ratio -nya sudah jauh di atas standarnya. Jadi visi ratio itu mungkin 80 persen volume dibagi kapasitas. SekaÂrang sudah sangat-sangat tinggi, banyak yang di atas 100 persen," kata Desi di Jakarta, kemarin.
Meski begitu, Jasa Marga mengklaim tetap berusaha meÂmenuhi standar pelayanan miniÂmal (SPM) untuk mengantisipasi volume kendaraan yang makin banyak tersebut.
"Kita akui, kapasitas dibandÂing volumenya memang banyak yang tidak memadai. Dan terus menerus dicari berbagai solusi misalnya Gerbang Tol Cibubur dan Karang Tengah dihilangÂkan. Kalau masih ada tanah, kita perlebar, dan seterusnya," kata Desi.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Herry Trisaputra Zuna mengatakan, pihaknya masih banyak menemukan antrean kenÂdaraan di Gerbang Tol meski tranÂsaksi non tunai sudah dilakukan. Berdasar data BPJT, penetrasi non tunai di jalan tol per tanggal 20 Oktober 2017 sudah mencapai 88 persen secara nasional.
"Kami perhatikan beberapa tempat ada penumpukan. BeÂberapa memang ditemukan adanya proses penempelan kartu yang lebih lama. Kalau di banÂdara rata-rata alatnya baca dua detik. Secara reader enggak ada masalah di bandara. Kalau di Cileunyi, alatnya yang lama yang sistem tertutup. Tapi itu alat dalam proses penggantian bulan ini, akan digantikan denÂgan yang baru," tutur Herry.
Maksa Bayar Tunai Selain itu, masih ada beberÂapa pengendara yang menolak melakukan pembayaran non tunai. Alasannya, ada yang salah masuk, tapi ada juga yang kehabisan saldo di kartunya, sehingga kerap memaksa memÂbayar pakai uang tunai.
Untuk mengatasi insiden semacam ini, Corporate Secertary PT Jasa Marga M Agus Setiawan mengatakan, pihaknya sudah mempersiapkan penjualan kartu di setiap gerbang tol.
"Untuk sementara, di gerbang Jasa Marga memang disiapkan kartu untuk men-tap-kan dengan pembayaran tunai pengguna jalan, tapi di masa transisi," ujarnya.
Diharapkan setelah kondisi transisi ini pengguna jalan sudah siap-siap dengan kartu pembaÂyaran non-tunainya ketika ingin masuk jalan tol.
"Kami berharap di akhir OkÂtober tidak ada pengguna jalan yang tidak membawa e-toll atau uang elektronik di jalan tol, sehingga kalau mau masuk jalan tol disiapkan dan pastikan saldo tercukupi," tutur Agus.
Namun, hingga saat ini Jasa Marga belum berencana membuat aturan untuk pengendara yang tetap ngotot membayar tunai.
"Nanti kita coba proses, kita evaluasi di lapangan itu harapanÂnya bisa mengikuti program ini. Karena kan untuk mempermuÂdah jalan juga, tidak usah uang tunai," pungkas Agus.
Sebelumnya, beberapa pihak telah melakukan gugatan atau judicial review terkait aturan aturan yang memayungi Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) tersebut.
Serikat buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia menolak adanya penggunaan e-Money di gerbang tol. Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, hal ini merugikan masyarakat dan bertentangan dengan adanya Undang-undang Mata Uang di mana alat pembayaran yang sah adalah rupiah dalam bentuk kertas dan logam.
Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) juga mendaftarkan upaya uji materi terhadap PeraÂturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang PerubaÂhan Atas Peraturan Bank IndoÂnesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik kepada Mahkamah Agung (MA).
"Peraturan Bank Indonesia tersebut bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dengan penerapan peraturan tersebut, jalan tol dan bus TransJakarta menolak warga yang ingin menggunakan layanan publik tersebut membayar dengan uang tunai rupiah. Padahal, menurut Undang-Undang Mata Uang, alat pembayaran yang sah dan wajib berlaku adalah uang rupiah," kata Ketua FAKTA Azas Tigor Nainggolan. ***
BERITA TERKAIT: