Antam Siapkan Proyek Hilirisasi Nikel & Bauksit

Keran Ekspor Mineral Dibuka

Kamis, 26 Januari 2017, 09:35 WIB
Antam Siapkan Proyek Hilirisasi Nikel & Bauksit
Foto/Net
rmol news logo PT Aneka Tambang (Persero/Antam) Tbk segera menye­lesaikan proyek-proyek hil­irisasi lanjutan guna meman­faatkan cadangan bijih nikel dan bauksit yang dimiliki perusahaan. Hal ini dilakukan lantaran pemerintah memberi­kan kelonggaran dalam ekspor mineral.

Direktur Utama Antam, Tedy Badrujaman mengata­kan, perseroan tengah mem­persiapkan proyek-proyek pembangunan pabrik fer­onikel Line 2 dan 3. "Proyek hilirisasi lanjutan masih difinalisasikan guna mem­pertahankan keberlanjutan ekspansi perusahaan. Kami juga memanfaatkan momen­tum kebijakan ekspor mineral sehingga lebih memperbesar kapasitas produksi," ujarnya, di Jakarta, kemarin.

Ia menjelaskan, perseroan sudah melakukan hilirisasi mineral sejak tahun 1974 lewat pengoperasian pabrik feronikel FeNi I. Saat ini, pihaknya tengah memban­gun pabrik feronikel Haltim (Halmahera Timur) yang pen­danaannya berasal dari Peny­ertaan Modal Negara (PMN).

"Setelah pabrik feronikel Haltim rampung, kapasitas produksi feronikel Antam akan melonjak signifikan jadi 40.000-43.500 ton nikel dalam feronikel (TNi) pertahun," katanya.

Dalam hal komoditas bauk­sit, sambung Tedy, perseroan telah memiliki pabrik Chemi­cal Grade Alumina (CGA) di Tayan, Kalimantan Barat dan tengah melanjutkan dis­kusi dengan PT INALUM (Persero) pada pembangunan pabrik Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR).

"Untuk komoditas bauk­sit, kami masih fokus pada pembangunan pabrik Smelt­er Grade Alumina Refinery (SGAR) yang menggandeng Inalum," tandasnya.

Terpisah, pemerintah mem­berikan pelonggaran ekspor mineral olahan dan mentah dengan perpanjangan lima tahun ke depan. Khususnya, untuk hasil produksi tam­bang nikel dengan kadar 1,7 persen

Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Igna­sius Jonan mengatakan, hal ini dilakukan lantaran saat ini kapasitas smelter nikel hanya 17 juta ton, lebih rendah dari produksinya. Meski begitu, pemerintah telah memberi syarat bagi perusahaan yang ingin mengekspor, harus membangun smelter dan 30 persen produksi nikel ka­dar 1,7 persen harus diserap smelter terlebih dahulu.

"Kita beri kesempatan da­lam lima tahun kadar rendah 1,7 persen boleh diekspor tapi ada catatan kapasitas smelter nikel 17 juta sekarang diwajib­kan harus input 30 persen dari smelter," tegasnya.

Ia menambahkan, kelong­garan ekspor mineral saat ini merupakan keputusan yang realistis. Sebab, jika diambil alih, pemerintah juga tidak bisa membangun smelter den­gan cepat. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA