Direktur Utama Antam, Tedy Badrujaman mengataÂkan, perseroan tengah memÂpersiapkan proyek-proyek pembangunan pabrik ferÂonikel Line 2 dan 3. "Proyek hilirisasi lanjutan masih difinalisasikan guna memÂpertahankan keberlanjutan ekspansi perusahaan. Kami juga memanfaatkan momenÂtum kebijakan ekspor mineral sehingga lebih memperbesar kapasitas produksi," ujarnya, di Jakarta, kemarin.
Ia menjelaskan, perseroan sudah melakukan hilirisasi mineral sejak tahun 1974 lewat pengoperasian pabrik feronikel FeNi I. Saat ini, pihaknya tengah membanÂgun pabrik feronikel Haltim (Halmahera Timur) yang penÂdanaannya berasal dari PenyÂertaan Modal Negara (PMN).
"Setelah pabrik feronikel Haltim rampung, kapasitas produksi feronikel Antam akan melonjak signifikan jadi 40.000-43.500 ton nikel dalam feronikel (TNi) pertahun," katanya.
Dalam hal komoditas baukÂsit, sambung Tedy, perseroan telah memiliki pabrik ChemiÂcal Grade Alumina (CGA) di Tayan, Kalimantan Barat dan tengah melanjutkan disÂkusi dengan PT INALUM (Persero) pada pembangunan pabrik Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR).
"Untuk komoditas baukÂsit, kami masih fokus pada pembangunan pabrik SmeltÂer Grade Alumina Refinery (SGAR) yang menggandeng Inalum," tandasnya.
Terpisah, pemerintah memÂberikan pelonggaran ekspor mineral olahan dan mentah dengan perpanjangan lima tahun ke depan. Khususnya, untuk hasil produksi tamÂbang nikel dengan kadar 1,7 persen
Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) IgnaÂsius Jonan mengatakan, hal ini dilakukan lantaran saat ini kapasitas smelter nikel hanya 17 juta ton, lebih rendah dari produksinya. Meski begitu, pemerintah telah memberi syarat bagi perusahaan yang ingin mengekspor, harus membangun smelter dan 30 persen produksi nikel kaÂdar 1,7 persen harus diserap smelter terlebih dahulu.
"Kita beri kesempatan daÂlam lima tahun kadar rendah 1,7 persen boleh diekspor tapi ada catatan kapasitas smelter nikel 17 juta sekarang diwajibÂkan harus input 30 persen dari smelter," tegasnya.
Ia menambahkan, kelongÂgaran ekspor mineral saat ini merupakan keputusan yang realistis. Sebab, jika diambil alih, pemerintah juga tidak bisa membangun smelter denÂgan cepat. ***
BERITA TERKAIT: