OJK Usut Investasi Bodong Berkedok Pelunasan Utang

Aneh, Koperasi Bisa Keluarkan Tanda Lunas Palsu

Sabtu, 21 Januari 2017, 08:59 WIB
OJK Usut Investasi Bodong Berkedok Pelunasan Utang
Foto/Net
rmol news logo Modus baru dalam kegiatan investasi bodong 2016 terendus Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kali ini yang menjadi korban adalah mereka yang punya kewajiban pada bank, tetapi tidak mampu lagi membayar. Masyarakat diharapkan lebih waspada terhadap segala bentuk kegiatan investasi yang tak berizin.

Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindun­gan Konsumen OJK Kusuman­ingtuti S Soetiono menjelaskan, salah satu modus yang banyak diadukan masyarakat adalah surat pembebasan utang. Ia bilang, mo­dus baru tersebut jelas merugikan pihak debitor maupun lembaga keuangan, dalam hal ini adalah perbankan.

"Ini menjadi distorsi hubungan antara bank maupun debitor, yang nantinya jelas merugikan masyarakat. Kalau dibiarkan bisa menimbulkan moral haz­ard. Satu sisi juga mengganggu inklusi keuangan. Karena itu kami berusaha mempertemukan orang-orang yang unbankable untuk bisa menjangkau fasilitas perbankan," terang wanita yang akrab disapa Tituk ini di Jakarta, kemarin.

Tituk mengatakan, sebagai langkah preventif, OJK telah melakukan upaya peningkatan kesadaran masyarakat terhadap praktik serta karakteristik in­vestasi, khususnya yang tidak memiliki kejelasan legalitas. OJK menggelar sosialisasi, edukasi dan pemberian informasi melalui iklan layanan masyarakat (ILM) secara masif, konsisten dan ter­program.

Sepanjang 2013 hingga 2016, OJK mencatat sebanyak 801 informasi dan pertanyaan dari masyarakat mengenai 484 entitas yang diduga melakukan kegiatan investasi yang tidak jelas aspek legalitasnya, serta tidak berada di bawah pengawasan OJK.

Dari jumlah entitas tersebut, 217 entitas di antaranya dapat ditindaklanjuti melalui monitor­ing dan pengamatan di lapangan secara bertahap, sementara si­sanya sejumlah 267 entitas tidak dapat ditindaklanjuti karena terbatasnya informasi.

Deputi Komisioner Manaje­men Strategis OJK Hendrikus Ivo menambahkan, modus baru terse­but terdeteksi di beberapa daerah seperti Makassar, Palu, Malang, dan Papua. Ivo menjelaskan, dalam modus koperasi pelunasan utang ini, perusahaan meminta masyarakat menjadi anggota koperasi terlebih dahulu.

"Beberapa debitor bank yang punya masalah (utang) diminta mendaftar. Kalau sudah menjadi anggota, dia dituntut membayar sejumlah biaya. Kemudian mer­eka (koperasi) mengeluarkan tanda surat lunas dari bank tem­pat si debitor mengambil kredit. Sehingga terjadi distorsi antara masyarakat dengan pihak bank," kata Ivo.

Perusahaan invetasi bodong tersebut, lanjut Ivo, mengaku telah berkoordinasi dengan pihak terkait termasuk enam bank utama. Mereka juga mengklaim memiliki surat utang berharga dari Bank Indonesia (BI).

"Kasus ini sedang ditangani. Sudah kami cek dan itu bohong (punya surat berharga dari BI). Proses penyelidikannya belum bisa diungkap karena ada yang harus kita jaga. Tentunya kita juga perlu memperhatikan ba­gaimana dana yang telah dis­alahgunakan itu dikembalikan kepada nasabah, sehingga butuh penanganan yang lebih baik. Harus ada proses pelindungan konsumen. Serahkan penegak hukum untuk menyelesaikan," ujar Ivo, yang enggan menyebut nama perusahaan maupun kop­erasi tersebut.

Terkait berapa besar potensi kerugian yang ditaksir, Ivo bi­lang belum bisa menyebutkan secara pasti. Ini lantaran pihak perusahaan terkait belum dim­intai konfirmasinya. "Karena OJK butuh data juga dari pihak yang bersangkutan. Nanti kami konfrontir dengan nasabah. Ren­cananya dalam waktu dekat akan kami panggil," ujarnya.

Untuk mencegah agar modus tersebut tak berkembang secara liar, Ivo menegaskan, OJK akan menambah kerja sama dengan empat lembaga lainnya yakni, Bank Indonesia (BI), Pusat Pe­laporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait pe­nelusuran aset, Kementerian Agama (Kemenag) terkait dana umroh dan haji, serta Kemente­rian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait masalah izin yang diberi­kan Pemerintah di daerah.

"Nanti OJK yang memberikan rekomendasi ke lembaga yang berwenang. Penindakan jelas masuk ke ranah hukum. Tapi kalau ingin memenuhi persyara­tan, mereka bisa menjadi legal," katanya.

Ivo mencatat, saat ini ada seki­tar 80 entitas perusahaan yang disinyalir merupakan perusahaan yang menawarkan investasi ile­gal. Kemungkinan jumlah itu pun akan terus bertambah.

Di sisi lain, OJK melakukan upaya pencegahan dan peninda­kan investasi yang tidak memi­liki izin ini melalui pembentukan Satuan Tugas Waspada Investasi (SWI) di daerah sebagai tindak lanjut pembentukan SWI di kan­tor pusat. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA