Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, produsen mamin belum siap menjalankÂan Undang-Undang Jaminan Produk Halal. Dia menyarankan, sertifikasi halal sebaiknya hanya diwajibkan bagi industri yang mengklaim produknya halal.
"Jika mereka tidak bersertiÂfikat halal, mereka tidak bisa jual produknya, karena nanti bisa dipidana. Kalau pemerintah tidak mau mengubah, dampak ekonominya banyak sekali," ujar Adhi di Jakarta, kemarin.
Jika pemerinta tetap ngotot memberlakukan undang-undang tersebut, Adhi khawatir, IndoÂnesia hanya akan menjadi pasar negera lain. Selain itu, daya saÂing industri mamin akan merosot jauh. "Bagaimana mau mengekÂspor jika di dalam negeri sudah tidak mampu menguasai pasar domesik," keluh Adhi.
Menurut Adhi, perusahaan akan mengenakan beban biaya kepada konsumen. Selain itu, sejumlah instansi pemerintah belum memiliki visi yang sama, sehingga membingungkan dunia usaha. "Kami akan terus koordiÂnasi dengan pemerintah untuk merevisi ini. Apa pun yang terjadi, sebelum 2019 harus direvisi," kata Adhi.
Adhi menambahkan, jika peÂmerintah tetap memberlakukan undang-undang ini, pemerinÂtah harus bisa mengantisipasi beberapa hal. Pertama, karena bersifat wajib (mandatori) akan menimbulkan biaya besar yang ditanggung pengusaha. "Ini memicu ketakutan di kalangan pelaku industri kecil dan menÂegah (IKM) mamin," katanya.
Kedua, undang-undang ini bisa menimbulkan pemalsuan sertifikat. Ketiga, akan ada aksi kriminalisasi bagi pengusaha yang tidak sanggup menerapkan sertifikasi halal.
Hal senada dikatakan oleh Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (KeÂmenperin) Panggah Susanto. Menurut dia, undang undang tersebut bisa berdampak negatif terhadap industri mamin.
Padahal, selama ini, industri mamin berkontribusi 40 persen terhadap pertumbuhan industri manufaktur. Selama ini, perÂtumbuhan industri mamin stabil, bahkan terkadang melampaui target.
Selain itu, undang-undang terseÂbut berpotensi meningkatkan ekspor ke negara-negara tertentu. Namun, harus dilihat lagi hal-hal yang masih belum jelas, terutama yang berdampak negatif terhadap industri. "Masih banyak yang kurang memikirkan teknis pelakÂsanaannya, sehingga bisa mencaÂpai tujuan suatu UU," kata dia.
Panggah mengatakan, fokus Kemenperin adalah mengurangi hambatan yang bisa memengarÂuhi perkembangan industri seÂcara signifikan. Produk tertentu bisa sangat beragam, jenisnya juga bisa berlipat ganda. "IndusÂtri juga belum siap karena memÂbutuhkan tambahan biaya yang cukup besar," tukasnya. ***
BERITA TERKAIT: