Produsen Mamin Desak Aturan Wajib Sertifikasi Halal Direvisi

Industri Belum Siap & Gerus Daya Saing

Sabtu, 21 Januari 2017, 08:57 WIB
Produsen Mamin Desak Aturan Wajib Sertifikasi Halal Direvisi
Foto/Net
rmol news logo Produsen makanan dan minuman (mamin) meminta pemerintah merevisi Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Pasalnya, industri dalam negeri belum siap dan daya saing bisa tergerus.

Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, produsen mamin belum siap menjalank­an Undang-Undang Jaminan Produk Halal. Dia menyarankan, sertifikasi halal sebaiknya hanya diwajibkan bagi industri yang mengklaim produknya halal.

"Jika mereka tidak berserti­fikat halal, mereka tidak bisa jual produknya, karena nanti bisa dipidana. Kalau pemerintah tidak mau mengubah, dampak ekonominya banyak sekali," ujar Adhi di Jakarta, kemarin.

Jika pemerinta tetap ngotot memberlakukan undang-undang tersebut, Adhi khawatir, Indo­nesia hanya akan menjadi pasar negera lain. Selain itu, daya sa­ing industri mamin akan merosot jauh. "Bagaimana mau mengek­spor jika di dalam negeri sudah tidak mampu menguasai pasar domesik," keluh Adhi.

Menurut Adhi, perusahaan akan mengenakan beban biaya kepada konsumen. Selain itu, sejumlah instansi pemerintah belum memiliki visi yang sama, sehingga membingungkan dunia usaha. "Kami akan terus koordi­nasi dengan pemerintah untuk merevisi ini. Apa pun yang terjadi, sebelum 2019 harus direvisi," kata Adhi.

Adhi menambahkan, jika pe­merintah tetap memberlakukan undang-undang ini, pemerin­tah harus bisa mengantisipasi beberapa hal. Pertama, karena bersifat wajib (mandatori) akan menimbulkan biaya besar yang ditanggung pengusaha. "Ini memicu ketakutan di kalangan pelaku industri kecil dan men­egah (IKM) mamin," katanya.

Kedua, undang-undang ini bisa menimbulkan pemalsuan sertifikat. Ketiga, akan ada aksi kriminalisasi bagi pengusaha yang tidak sanggup menerapkan sertifikasi halal.

Hal senada dikatakan oleh Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Ke­menperin) Panggah Susanto. Menurut dia, undang undang tersebut bisa berdampak negatif terhadap industri mamin.

Padahal, selama ini, industri mamin berkontribusi 40 persen terhadap pertumbuhan industri manufaktur. Selama ini, per­tumbuhan industri mamin stabil, bahkan terkadang melampaui target.

Selain itu, undang-undang terse­but berpotensi meningkatkan ekspor ke negara-negara tertentu. Namun, harus dilihat lagi hal-hal yang masih belum jelas, terutama yang berdampak negatif terhadap industri. "Masih banyak yang kurang memikirkan teknis pelak­sanaannya, sehingga bisa menca­pai tujuan suatu UU," kata dia.

Panggah mengatakan, fokus Kemenperin adalah mengurangi hambatan yang bisa memengar­uhi perkembangan industri se­cara signifikan. Produk tertentu bisa sangat beragam, jenisnya juga bisa berlipat ganda. "Indus­tri juga belum siap karena mem­butuhkan tambahan biaya yang cukup besar," tukasnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA