Namun, Kepala BPS Suhariyanto menekankan, dampak dari kebijakan itu tidak bisa dilihat dalam jangka pendek.
"Bisa jadi (ekspor) meningkat. Tapi bagaimana pun perlu dicek dulu. Tidak akan terlihat pada Februari mendatang, karena dampaknya tidak bisa dilihat sebulan. Setidaknya dibutuhÂkan waktu enam bulan," kata Suhariyanto dalam jumpa pers di Jakarta, kemarin.
Deputi Bidang Statistik DisÂtribusi Barang dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menjelasÂkan, kinerja ekspor berpotensi naik karena relaksasi berpotensi meningkatkan kinerja ekspor konsentrat tembaga.
"Kinerja ekspor tembaga seÂlama ini cukup menopang ekspor barang tambang," kata Sasmito.
Data BPS menyebutkan, ekspor bijih tembaga sepanjang tahun 2016 tercatat sebesar 3,48 miliar dolar AS. Angka tersebut meningkat 6,42 persen dibanding tahun 2015 sebesar 3,27 miliar dolar AS. Capaian itu sekitar 19,14 persen dari ekspor hasil pertambangan 2016 sebesar 18,14 miliar dolar AS.
Seperti diketahui, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Di dalam aturan tersebut, peÂmerintah membolehkan ekspor jenis mineral tertentu asal peÂrusahaan membangun smelter dalam jangka lima tahun, dikeÂnakan bea keluar khusus, dan mengubah status menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) jika izin peruÂsahaan tambang sebelumnya berupa Kontrak Karya (KK).
Ketua Umum Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN) Iwan Dwi Laksono memuji penerbitan PP No.1 Tahun 2017. Menurutnya, regulasi tersebut jalan terbaik di tengah berbagai persoalan pada sektor pertambangan.
Dia menilai, beberapa poin penting dalam PP 1/2017. ReguÂlasi lebih realistis. Antara lain, pengajuan perpanjangan IUP/IUPK kini diubah menjadi paling cepat 5 tahun dari sebelumnya hanya 2 tahun. Selain itu, divestasi saham hingga 51 persen dapat dilakukan secara bertahap.
Selain itu, regulasi lebih deÂtail. "Dalam PP tersebut juga diatur mengenai harga patokan penjualan minerba. Kami nilai ini merupakan bentuk kehadiran negara dalam mengendalikan sektor tambang, sekaligus seÂbagai upaya mengoptimalkan penerimaan negara," ungkap Iwan.
Iwan juga menilai, beleid itu merupakan jalan terbaik untuk mengakhiri pro-kontra perpanÂjangan izin ekspor konsentrat oleh PT Freeport Indonesia (PTFI). enurutnya, perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut dibolehkan ekspor, tetapi harus mengubah izinnya dari kontrak karya (KK) menjadi IUP/IUPK.
"Nah dengan format IUP, posisi negara makin baik. SeÂbab, dalam format IUP, negara merupakan pihak pemberi izin, dan dapat menetapkan berbagai macam persyaratan yang harus dipenuhi pihak pengusaha tamÂbang. Posisi negara berada di atas, tidak lagi sejajar seperti dalam format KK," tegas Iwan.
Ekspor Desember Naik BPS menyebutkan, ekspor Indonesia sepanjang Desember 2016 mencapai 13,77 miliar dolar AS atau naik 2 persen dibandingÂkan bulan sebelumnya sebesar 13,5 miliar dolar AS.
Angka ekspor tersebut terÂdiri dari ekspor minyak dan gas bumi (migas) sebesar 1,23 miliar dolar AS dan ekspor non-migas sebesar 12,54 miliar dolar AS. Total ekspor bulan Desember ini tercatat sebagai angka tertinggi sejak Januari 2015.
Kepala BPS Suhariyanto menerangkan, kinerja ekspor Desember dipengaruhi kenaikan ekspor migas dari 1,1 miliar dolar AS ke angka 1,23 miliar dolar AS. Hal tersebut disebabÂkan karena ada kenaikan volume 9,75 persen dan membaiknya harga minyak mentah Indonesia
(Indonesian Crude Price/ICP). Sementara untuk ekspor non-migas, kata Suhariyanto, terjadi penurunan volume sebeÂsar 4,5 persen. Namun dari sisi harga mengalami kenaikan harga pada beberapa komodiÂtas. ***
BERITA TERKAIT: