"Namun, efek pelarian modal di Indonesia relatif lebih kecil dibandingkan Thailand, India, Taiwan, maupun Korea Selatan," kata ekonom yang juga Ketua Program Studi Manajemen Fakultas Bisnis Sampoerna University, Wahyoe Soedarmono, dalam keterangan beberapa saat lalu (Selasa, 6/12).
Menurut Wahyoe, tekanan di Indonesia tersebut dapat dimoderasi oleh meningkatnya pendapatan negara dari program amnesti pajak, dengan deklarasi uang tebusan telah mencapai Rp 98,7 triliun, dan dana repatriasi sebesar Rp 143 triliun akan masuk ke Indonesia sampai akhir 2016. Secara umum, posisi Indonesia relatif siap untuk menghadapi gejolak pasar jangka pendek setidaknya hingga tahun 2017.
Terkait rencana kenaikan suku bunga acuan di Amerika Serikat oleh The Fed pada akhir 2016 dan sepanjang 2017, menurut Wahyoe, saat ini situasi neraca transaksi berjalan Indonesia cukup kuat, dimana defisit neraca transaksi berjalan hanya menyentuh 1,8 persen dari PDB di Triwulan III 2016, dibandingkan posisi menjelang akhir 2013 yang menyentuh 4,4 persen dari PDB. Sehingga, risiko pelarian modal dari Indonesia akibat sentimen negatif investor asing terhadap kondisi Indonesia dapat diminimalkan.
Menurut Wahyoe, pilihan kebijakan yang diterapkan di tahun 2013-2014 dalam menghadapi taper tantrum perlu disesuaikan untuk kondisi saat ini. Bila pada 2013, pengurangan belanja pemerintah (expenditure reducing policy) dapat mengurangi CAD saat terjadi taper tantrum, kali ini SU menemukan bahwa pilihan strategi ini tidak lagi efektif, apabila CAD meningkat di akhir 2016 akibat taper tantrum.
[ysa]
BERITA TERKAIT: