"Saat ini baru sekitar 20 juta pekerja formal yang terlindungi program jaminan sosial ketenagakerjaan. Karena itu, upaya mencapai perlindungan bagi seluruh pekerja formal membutuhkan kolaborasi dari semua pihak, yaitu, pemerintah, asosiasi pengusaha maupun serikat pekerja,†kata Direktur Perluasan Kepesertaan dan Hubungan Antarlembaga BPJS Ketenagakerjaan Illyas Lubis dalam Sosialisasi, Monitoring dan Evaluasi Kerjasama Kejaksaan Agung RI dan BPJS Ketenagakerjaan di Surabaya, Kamis malam (25/8).
Illyas menambahkan, peta jalan perlindungan jaminan sosial bagi tenaga kerja merupakan program negara yang ditetapkan di dalam Undang-undang.
"Program jaminan sosial ini merupakan program gotong royong yang semakin efektif jika pesertanya banyak,†imbuhnya.
Dijelaskannya, saat ini dari 622 ribu perusahaan yang terdaftar baru 370 ribu perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 20,1 juta yang mengikuti program jaminan sosial ketenagakerjaan. "Kalau untuk perusahaan menengah dan besar hampir seluruhnya sudah mengikuti program jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan,†terangnya.
Menurut Illyas, dari 370 ribu perusahaan yang mengikuti program jaminan sosial, sebanyak 35 ribu perusahaan dikategorikan perusahaan menengah dan besar dengan jumlah 16 juta tenaga kerja yang sudah terlindungi jaminan sosial. Sisanya, berkisar 4 juta pekerja mengikuti program jaminan sosial dari sekitar 340 ribu perusahaan. Dengan begitu, perusahaan yang belum mendaftarkan pekerjanya (250 ribu perusahaan) lebih banyak dikategorikan perusahaan menengah dan kecil.
Untuk perusahaan menengah dan besar, wajib mengikuti 4 progam, yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK) dimana dua program itu iurannya dibayarkan perusahaan. Dua program lainnya, program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun, iurannya dibayar patungan oleh pekerja dan pemberi kerja.
Saat ini, lanjut Illyas, untuk perusahaan menengah ke bawah, hanya diwajibkan mengikuti tiga program saja, yaitu, program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Hari Tua (JHT).
"Untuk program pensiun itu tergantung kemampuan perusahaannya,†imbuhnya.
Ditambahkannya, untuk memudahkan perusahaan menengah dan kecil tersebut menyertakan pekerjanya dalam program jaminan sosial, pihak BPJS Ketenagakerjaan melakukan sosialisasi masif bekerjasama dengan instansi-instansi pemerintah, asosiasi pengusaha maupun serikat pekerja.
"BPJS Ketenagakerjaan pun sudah memperluas akses dan berbagai kemudahan bagi perusahaan mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta jaminan sosial. Program jaminan sosial ini jangan dilihat sebagai beban, tapi sebuah investasi, karena dengan ikut serta program jaminan sosial, seluruh risiko sosial pekerja jika terjadi kecelakaan, meninggal dunia ataupun memasuki usia hari tua diambil alih BPJS Ketenagakerjaan,†terangnya.
Jaksa Agung Muda bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Bambang Setyo Wahyudi mengungkapkan, dalam kerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan pihaknya bersifat pasif, artinya jika ada laporan dari BPJS Ketenagakerjaan baru pihaknya menindaklanjuti dengan mendahulukan upaya preventif.
"Prinsipnya kita tidak memusuhi para pengusaha, tapi mengingatkan agar mereka memenuhi hak-hak para pekerja untuk memperoleh jaminan sosial sebagaimana sudah diatur dalam perundangan,†terangnya.
Dalam sosialisasi, monitoring dan evaluasi kerjasama Kejakgung dan BPJS Ketenagakerjaan, dilakukan evaluasi secara menyeluruh dan diinventarisir seluruh masalah untuk kemudian dilakukan tindak lanjut mencari solusi mengatasi masalah yang dihadapi.
[sam]