KAMMI: Penawaran Divestasi Freeport Bikin Repot

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Senin, 25 Januari 2016, 13:13 WIB
KAMMI: Penawaran Divestasi Freeport Bikin Repot
ilustrasi/net
rmol news logo Langkah PT Freeport Indonesia menawarkan 10,64 persen sahamnya kepada pemerintah Indonesia dengan harga US$ 1,7 miliar atau setara Rp 23 triliun hanyalah akal-akalan perusahaan Amerika Serikat itu.

Ketua Umum PP Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Kartika Nurrakhman, menilai penawaran saham itu diatur dalam PP 77/2014. Namun, harganya yang tinggi menunjukkan seolah akal-akalan Freeport.

"Padahal kita tahu bahwa saham Freeport sedang anjlok di bursa saham AS menembus US$ 8 per lembar dan berstatus perusahaan sakit. KAMMI menyayangkan kebijakan pihak PTFI tersebut," ujar Kartika.

Freeport terkesan tidak punya itikad bisnis yang baik karena harga yang dibanderol terlalu mahal dibanding harga saham perusahaan Induknya, Freeport McMoran Inc, yang tercatat di New York Stock Exchange. Nilai 100 persen saham Freeport McMoran tercatat US$ 4,8 miliar, sementara di sini harga 10,64 persen saham Freeport Indonesia dihargai US$ 1,7 miliar alias lebih dari 3 kali lipatnya.


Nurrakhman menilai hal ini kurang profesional. PTFI seolah membuat penekanan kepada Pemerintah Indonesia agar berpikir ulang untuk memperoleh 20 persen saham di tahun ini. Ia menyebutkan, pertambangan di Indonesia memiliki cadangan tembaga sebesar 28 persen dari total cadangan tembaga Freeport sebesar 103.5 Billion lbs di seluruh dunia. Indonesia memiliki cadangan emas mencapai 98,9 persen dari cadangan emas Freeport di seluruh dunia sebesar 28.5 million onz.

"Pertambangan Indonesia adalah pertambangan emas Freeport terbesar di dunia dan merupakan satu-satunya harapan Freeport bangkit sehingga sangat berhasrat memperpanjang kontrak sampai tahun 2041," ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Hukum dan HAM PP KAMMI, Irawan Malebra, menambahkan bahwa itikad Freeport kurang baik. Freeport tidak patuh terhadap regulasi-regulasi di Indonesia, Misalnya, Operasi Freeport berpegang pada Kontrak Karya, padahal harus beralih ke IUPK sebagaimana ketentuan peralihan Pasal 169 UU 4/2009. Semestinya Kontrak Karya direvisi mengikuti norma hukum yang diatur dalam UU Minerba.   

Irawan juga mengatakan, jika Polemik Divestasi ini dirasa berat dan tidak mampu, pemerintah harus punya kebijakan tegas tentang kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat dengan pihak PTFI. Dia juga menegaskan bahwa sejauh ini belum ada keseriusan dari pihak pemerintah untuk mengambil alih PTFI oleh pemerintah. Ada beberapa BUMN yang siap membeli 10,64 persen divestasi saham yang ditawarkan, tapi hal ini mendapat tanggapan dingin dari Kementerian ESDM selaku pihak pemerintah yang berhubungan langsung.

"Ada apa sebenarnya dengan pemerintah? Jangan main-main dengan kepentingan bangsa untuk kepentingan pribadi. Ingat, tidak ada alasan lagi bagi pemerintah untuk memperpanjang kembali Kontrak Freeport. Sudah cukuplah 48 tahun super energi dan mineral negeri ini dirampok asing," tegasnya. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA