Tuntutan ini terus disuarakan pasca kedatangan Menteri ESDM Sudirman Said ke Maluku untuk membahas pengelolaan minyak dan gas Blok Masela. Para pendemo juga menuntut jatah lebih dari pengelolaan Blok Masela yang awalnya 10 persen menjadi 50 persen.
"Pokoknya Maluku harus mendapatkan hak dari pengelolaan blok Masela sebesar 50 persen, kita yang punya kok kenapa kita dikasih kecil," ujar koordinator aksi, Firdaus Arey di depan kantor DPRD Maluku dan Kantor Gubernur Maluku.
Dalam aksinya, para pendemo mengenakan ikat kepala berwarna merah. Dalam budaya Maluku, ikat kepala merah merupakan simbol perlawanan dalam hal ini terhadap kebijakan Menteri ESDM Sudirman Said. Aksi demo ratusan pemuda ini mendapat pengawalan ketat aparat Polri bersenjata lengkap.
Aksi juga diwarnai
long march sembari membawa spanduk dari Tugu Trikora, menuju perempatan Pos Kota Ambon, Kantor DPRD Karang Panjang, dan berakhir di Kantor Gubernur Maluku
Dalam orasinya, Arey menegaskan, Blok Masela harus dilakukan secara onshore dengan membangun sistem pipanisasi di daratan sehingga dapat memberikan multi efek plus bagi rakyat Maluku.
Pemerintah bahkan diminta membangun kilang gas Blok Masela di Pulau Babar sehingga ada asas manfaat bagi pengembangan kemakmuran masyarakat Maluku. Demikian juga perhatian khusus dari sisi transportasi perhubungan darat, laut maupun udara harus diberikan pemerintah, sehingga mempermudah akses pembangunan daerah.
Wakil Ketua DPRD Maluku Richard Rahakbauw dalam pertemuan bersama pendemo ikut mendorong masyarakat Maluku untuk melakukan aksi demonstrasi besar-besaran di Jakarta guna mendorong percepatan pengelolaan dan pemerintah menyetujui skema pipanisasi.
"Saya mendorong agar masyarakat Maluku melakukan aksi besar-besaran di Jakarta terkait pengelolaan blok Masela," ujar politisi Golkar itu.
Akademisi Maluku, Dr. Bram Tulalessy yang juga ikut dalam aksi demo tersebut mengatakan, eksploitasi tambang migas Blok Masela harus menyejahterakan rakyat Maluku lewat kebijakan yang pro rakyat dan bukannya investor asing.
Menurutnya, selama ini Pemerintah Provinsi Maluku hanya mendapat penjelasan, bahwa pembangunan offshore lebih murah ketimbang pipanisasi. Penjelasan yang disampaikan ini, kata dia, harus diimbangi oleh pemerintah Maluku, dengan membentuk tim guna mengkaji dan menghitung validasi manfaaat ekonomis yang bisa didapat oleh masyarakat Maluku.
Apabila dari perhitungan tersebut ternyata skema pipanisasi selisih keuntungannya lebih besar dari lepas pantai, maka seluruh masyarakat Maluku harus bersatu mendorong Presiden Jokowi untuk memutuskan pengelolaan Blok Masela dengan skema darat.
"Saya pikir Gubernur Maluku harus secepatnya membentuk tim untuk menghitung nilai ekonomis yang didapat masyarakat, apabila pengelolaan di darat. Hasil kajian ini akan mengimbangi kajian yang dilakukan oleh pihak konsultan independent," tegasnya.
Secara terpisah, akademisi dan tokoh masyarakat Maluku Barat Daya, Prof. M.K.J Norimarna mengatakan, Gubernur Maluku, Said Assagaff seharusnya memposisikan diri berada bersama-sama dalam barisan rakyat, untuk memperjuangkan kesejahteraan bagi Maluku.
"Jangan sampai anak Maluku hanya menempati posisi sebagai satpam," kata Norimarna, mengingatkan.
Guru Besar ini sependapat pengelolaan Blok Masela menggunakan sistem pipanisasi. Dia pun yakin, Jokowi tidak akan mengabaikan aspirasi masyarakat Maluku, yang saat ini menempati posisi termiskin ke-4 di Indonesia.
[wid]
BERITA TERKAIT: