Tito: Tindakan Bos Freeport Melanggar Hukum!

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Jumat, 04 Desember 2015, 21:54 WIB
Tito: Tindakan Bos Freeport Melanggar Hukum<i>!</i>
maroef sjamsoeddin/net
rmol news logo Perbuatan Presiden Direktur (Presdir) PT. Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin merekam pembicaraan tanpa ijin dapat dikaterigokan melanggar hukum. Terlebih rekaman percakapan dengan Ketua DPR Setya Novanto dan pengusaha M Riza Chalid tersebut ‎dilakukan tanpa izin penegak hukum.

‎"Perbuatannya merekam pembicaraan tanpa ijin dapat dikaterigokan melanggar hukum karena dilakukan tanpa izin Penegak Hukum," ujar Ketua Advokasi dan Bantuan Hukum Kagama Universitas Gajah Mada (UGM) Tito Hananta Kusuma‎ dalam keterangannya kepada redaksi, Jumat (4/12).‎

Bukan tanpa sebab. Kata Tito, hal tersebut seperti termaktub dalam UU ITE Pasal 25. Pasal itu menyebutkan, "Penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data tentang hak pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan dari orang yang bersangkutan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan".

‎"Iya benar (pasal 25 UU ITE)," imbuh pengamat dan praktisi hukum tersebut.

‎Disisi lain, Tito tegaskan, kasus terkait pertemuan ini memang pelik lantaran dari segi pembuktian hukum nantinya akan berhadapan 1 orang saksi yakni Maroef Sjamsoeddin melawan 2 orang saksi yaitu Setya Novanto dan M Riza.

"Secara hukum 1 orang Saksi tidak memiliki kekuatan pembuktian. Ini yang disebut azas 'Unnus Testis Nullus Testis', satu saksi sama dengan bukan saksi," terang Tito yang juga dosen hukum Universitas Bina Nusantara itu.

‎Tito pun angkat bicara soal langkah Kejaksaan Agung yang sedang melakukan penyelidikan terkait dugaan pemufakatan jahat itu. Tito menenggarai Kejagung yang tengah melakukan penyelidikan kasus ini akan mengundang banyak Saksi Ahli Hukum Pidana untuk menilai apakah sudah terjadi permufakatan jahat atau belum dalam kasus tersebut.

‎"Secara hukum pidana, percakapan tersebut bisa dinilai memiliki beberapa pengertian, ada ajaran hukum yang menilai sudah terjadi permufakatan jahat, tapi ada ajaran hukum yang menilai sebaliknya bahwa belum terjadi kejahatan," tutur dia.

‎Terlepas dari perdebatan teoritis hukum tersebut, kata Tito, lembaga penegak hukum seperti Kejagung perlu menindaklanjuti dugaan pemufakatan tersebut. Terlebih skandal itu diduga melibatkan penyelenggara negara, pengusaha besar, dan perusahaan tambang emas asal Amerika.

‎"Pasal 15 UU Pemberantasan Tipikor mengatur bahwa permufakatan jahat utk melakukan tipikor dapat dipidana. Hanya sayangnya Undang Undang tidak memberikan definisi yang jelas tentang permufakatan jahat, apakah harus sudah ada Deal ataukah cukup hanya sekedar janji saja sudah dapat dinilai sbg permufakatan jahat," tandas Tito. [sam]‎

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA