Saran AGP Untuk Antisipasi Karhutla Di Kalteng

Selasa, 24 November 2015, 16:57 WIB
Saran AGP Untuk Antisipasi Karhutla Di Kalteng
foto :net
PROVINSI Kalimantan Tengah (Kalteng) dengan ibukota yaitu kota Palangka Raya diresmikan oleh Presiden Sukarno pada tanggal 17 Juli 1957. Kota Palangka Raya awalnya adalah sebuah kampung kecil bernama Pahandut yang terletak di tepi sungai Kahayan. Nama Palangka Raya berasal dari bahasa Sangiang (Dayak kuno), Palangka yang berarti alat transportasi yang dipakai oleh manusia pertama dari alam atas (Kayangan) ke dunia dan menjadi cikal bakal penduduk bersuku Dayak di Kalteng; Raya bermakna ramai, besar, dan tempat yang makmur.

Kalimatan Tengah memiliki luas wilayah 153.564 Km2 (15,4 Juta Ha) yang sebagian besar wilayahnya merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian rata-rata berkisar antara 0-150 meter diatas permukaan laut. Bagian utara berbatasan dengan Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat, dibagian selatan berbatasan dengan Kalimantan Selatan dan Laut Jawa. Wilayah administratif Kalteng dibagi menjadi 14 daerah tingkat II (Kabupaten) yaitu : Barito Selatan, Barito Timur, Barito Utara, Gunung Mas, Kapuas, Katingan, Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Lamandau, Murung Raya, Pulang Pisau, Sukamara, Palangka Raya, Seruyan.

Penduduk asli di Kalteng adalah suku Dayak. Suku Dayak yang ada di Kalteng terdiri dari Dayak Ngaju, Ut Danum, Maanyan, Lawangan, Taboyan, Siang dan lainnya. Tempat tinggal masyarakat Dayak adalah di wilayah sekitar aliran sungai-sungai besar yang ada di Kalteng seperti Kahayan, Katingan, Barito, Kapuas, Seruyan, Lamandau, Arut dan Pangkut.

Berdasarkan data statistik tahun 2013 jumlah  penduduk yang ada di Kalteng adalah sebanyak 2,5 juta jiwa dan 41,24 persen d antaranya adalah suku Dayak. Mata pencarian masyarakat suku Dayak umumnya adalah bertani dengan pola hidup berpindah-pindah. Masyarakat Dayak secara turun temurun telah hidup berdampingan dengan hutan, sehingga budaya dan kehidupan yang sangat tergantung kepada kelestarian hutan.

Salah satu potensi yang dimiliki Kalimantan Tengah adalah lahan lahan gambut yang ada di Indonesia. Luas lahan gambut yang terdata pada tahun 2011 adalah seluas 3,01 Juta Km2 atau sekitar 21,98 persen dari luas wilayah Kalteng.

Lahan Gambut di Kalimantan Tengah di samping memiliki fungsi ekonomi sebagai penyedia produk kayu dan non-kayu, juga berfungsi dari sisi ekologis sebagai pengatur hidrologi, mencegah banjir, cadangan air dan yang paling utama secara global sangat penting adalah sebagai penyedia dan penyerap karbon serta sebagai tempat konservasi biodiversitas. Namun demikian eksistensi lahan dan hutan gambut yang ada di Kalimantan Tengah terus menerus mengalami ancaman degradasi dan deplesi akibat pola pengelolaan dan pemanfaatan yang kurang bijaksana baik oleh pemerintah, swasta dan masyarakat.

Contoh paling monumental destruksi terhadap lahan gambut yang ada di Kalimantan Tengah adalah peristiwa terjadinya kebakaran lahan gambut yang besar pada bulan Agustus sampai dengan November 2015. Peristiwa kebakaran lahan tersebut telah memberikan pandangan dan efek negatif signifikan terhadap kondisi ekologis maupun sosio-ekonomis masyarakat tidak saja di Kalimantan Tengah, tetapi juga nasional bahkan internasional.

Pola hidup masyarakat Dayak yang bercocok tanam dengan pola berpindah sering kali dianggap sebagai penyebab terjadi kebakaran di area lahan gambut. Penyiapan lahan pertanian yang dilakukan dengan cara membakar (slash and burn) merupakan sebuah cara yang mudah,murah dan efektif untuk menghilangkan ilalang dan menyuburkan tanah.

Tuduhan bahwa metode penyiapan lahan menjadi penyebab utama dari kebakaran hutan yang besar harus dikaji ulang karena, masyarakat Dayak memiliki aturan adat sendiri dalam melaksanakan persiapan lahan dengan membakar, yaitu dengan cara diatur bergiliran sehingga tidak semua warga yang ada dalam suatu desa secara bersama-sama membakar lahan. Lahan yang dibakar itupun juga dibatasi, hanya seluas lahan yang bisa ditangani oleh satu keluarga saja, sekitar 2 hektar per keluarga.

Setiap kegiatan juga harus didampingi oleh seorang Balian (pawang) khususuntuk dapat mengendalikan api. Masyarakat Dayak secara turun menurun telah mengetahui bahwa tata cara mereka bertani tidak boleh mengganggu kehidupan hutan secara keseluruhan.

Mengingat pentingnya fungsi lahan gambut yang ada di Kalimantan Tengah khususnya dalam tatanan pemeliharaan maupun mitigasi perubahan iklim global, maka adalah sangat bijaksana dan arif apabila selalu dilakukan secara terus menerus upaya dan usaha proteksi, manajemen dan konservasi lahan gambut yang masih tersisa secara berkelanjutan (sustainable management of peatland) serta juga perlu diupaya rehabilitasi terhadap lahan gambut yang sudah mengalami degradasi. Selanjutnya pengalaman menunjukkan bahwa pengabaian faktor manusia yang hidup dan tinggal di sekitar lahan gambut merupakan ancaman utama kesuksesan usaha pengelolaan, proteksi dan konservasi lahan gambut.

Oleh karena itu setiap upaya manajemen, proteksi dan konservasi lahan gambut haruslah mempertimbangkan dan mengintegrasikan faktor manusia sebagai faktor signifikan dan penentu dalam setiap kebijakan dan program yang akan dilaksanakan di daerah lahan gambut. Karena itu langkah strategis awal yang harus dilakukan adalah membangun kapasitas sosial ekonomi dan pemberdayaan lembaga masyarakat adat Dayak yang ada di lokasi lahan gambut yang rawan kebakaran serta mendorong partisipasi dan keterlibatan aktif mereka secara langsung dalam setiap program pelestarian hutan dan pencegahan kebakaran yang dilaksanakan secara berkelanjutan.

Untuk mencegah terjadinya kebakaran lahan rawa gambut khususnya untuk wilayah Kalimantan Tengah dimasa yang akan datang perkenankan kami mengajukan beberapa usulan yaitu:

1. Memaksimalkan peran masyarakat lokal Kalimantan Tengah dengan memberdayakan  budaya kearifan lokal untuk mengatisipasi kebakaran hutan dan lahan.
2. Mengalirkan air ke dalam lahan rawa gambut agar lahan rawa gambut tetap basah.
3. Menghutankan lahan rawa gambut yang rusak/terlantar untuk menjadi hutan konservasi dengan menanam tanaman keras seperti jelutung atau akasia.

Demikian sumbang saran pemikiran kami dari Artha Graha Peduli dalam mengantisapi kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah.

Pemikiran ini didasarkan pada pengalaman Satgas Artha Graha Peduli yang ikut terlibat dalam operasi kemanusiaan tanggap darurat bencana kabut asap di Kalimantan Tengah hampir sebulan penuh pada periode 23 Oktober 2015 sampai 20 Nopember 2015.

Selain mengelola rumah singgah, mengoperasikan mobil oksigen keliling dari rumah ke rumah, memberikan bantuan logistik seperti oxycan, masker, obat-obatan, dan susu untuk anak-anak dan lansia, Satgas AGP juga membantu pemadaman darat hutan dan lahan. Sumbang saran pemikiran ini berangkat dari interaksi dan komunikasi kami dengan warga masyarakat, tokoh dan pimpinan serta semua pemangku kepentingan selama Satgas AGP bertugas di provinsi tersebut.


Heka Hertanto

Penulis merupakan Komandan Satgas Artha Graha Peduli di Kalimantan Tengah




Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA