Target Penggunaan Biodiesel Perlu Dinaikkan

Selasa, 05 Agustus 2014, 09:18 WIB
Target Penggunaan Biodiesel Perlu Dinaikkan
ilustrasi
rmol news logo Pemerintah baru diminta fokus untuk pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) untuk menyehatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari beban subsidi. Salah satunya meningkatkan pencampuran biodiesel ke BBM menjadi 20-30 persen.

Direktur eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, penggunaan biodiesel sangat berdampak pada pengurangan konsumsi dan impor BBM.

Namun, dia menilai mandatory biodiesel 10 persen masih kurang maksimal mengurangi ketergantungan pada konsumsi BBM.

“Kebijakan pemerintah mengenai 10 persen konversi penggunaan solar ke biodisel sebaiknya direvisi dan ditingkatkan menjadi 20 hingga 30 persen,” kata Mamit di Jakarta, kemarin.

Alasannya, kata dia, Indonesia sebagai negara yang memiliki produksi Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia. Menurutnya, langkah itu lebih mudah daripada membangun kilang minyak dan mencari cadangan lainnya.

Hal senada dikatakan Ketua Umum Asosiasi Produsen Biodiesel (Aprobi) MP Tumanggor. Menurutnya, pengembangan energi alternatif perlu dipercepat. Salah satunya meningkatkan pencampuran biodiesel dari 10 persen (B10) menjadi 20 persen (B20).

Menurut dia, pencampuran Itu tidak hanya sekadar di sektor transportasi tapi juga sektor industri, termasuk penggunaan di PLN. â€Jika program percepatan B20 ini berhasil akan mampu menghemat keuangan negara sebesar 6 miliar dolar AS per tahun. Saat ini B10 telah menghemat uang negara sebesar 3 miliar dolar AS per tahun,” ujarnya.

Dia yakin, percepatan dari B10 menjadi B20 akan berjalan mulus karena 23 anggota Aprobi yang merupakan perusahaan CPO siap mengembangkan biodiesel. Kesiapan anggota Aprobi ini juga didukung jumlah produksi CPO Indonesia yang telah mencapai 30 juta ton per tahun dengan jumlah ekspor sekitar 20 juta ton per tahun.

Ini berarti kebutuhan dalam negeri sekitar 10 juta ton per tahun, termasuk untuk industri makanan dan biodiesel. Kondisi ini akan semakin meningkat pada 2020 dimana produksi CPO meningkat menjadi 40 juta ton.

Tumanggor mengatakan, dalam hitungan kasar sekitar 1 juta ton CPO per tahun dapat diolah menjadi 20.000 barel biodiesel per hari. Dengan meningkatnya produksi biodiesel tentu akan mempengaruhi harga CPO dunia. Kalau harga CPO dunia naik, maka bea keluar yang diperoleh pemerintah dari ekspor juga akan mengalami kenaikan. Ini berarti energy security akan tercapai.

Untuk saat ini, kata dia, yang dinilai cukup mendesak adalah pemerintah perlu mengkaji ulang harga biodiesel yang masih kurang kondusif bagi perusahaan biodiesel. Penyebabnya, formula harga Mean Oil Platt Singapore (MOPS) solar yang dipakai Pertamina tidak memperhitungkan harga CPO yang menjadi bahan baku biodiesel.

Untuk diketahui, sekarang harga CPO sudah di kisaran 880 dolar AS per ton ditambah dengan biaya olah sebesar 150 dolar AS per ton sehingga total biaya pokok produksi mencapai 1.030 dolar AS per ton. Itupun biaya transportasi masih ditanggung oleh produsen.

Untuk diketahui, defisit neraca pembayaran Indonesia terus terjadi sejak 2012. Salah satu penyebabnya masih tingginya impor bahan bakar minyak (BBM) yang mencapai 500.000  barel per hari. BBM impor ini untuk mencukupi konsumsi BBM di Indonesia yang mencapai 1,5 juta barel per hari. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA