LKPM: Pemerintah Selalu Setengah-setengah Mengurus Krisis BBM

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Jumat, 01 Agustus 2014, 16:06 WIB
LKPM: Pemerintah Selalu Setengah-setengah Mengurus Krisis BBM
net
rmol news logo Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) telah mengeluarkan kebijakan untuk membatasi penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar.

Kebijakan tersebut tertuang dalam surat edaran Kepala BPH Migas No. 937/07/KaBPH/2014 tanggal 24 Juli 2014. Tujuannya adalah pengendalian menghindari jebolnya kuota minyak solar dan premium hingga akhir tahun ini.

Per hari ini layanan penjualan minyak solar di wilayah Jakarta Pusat akan dihapus. Kemudian pada 6 Agustus dengan koordinasi bekerjasama dengan Pemda (SKPD) volume minyak solar untuk nelayan bisa ditekan hingga 20 persen. Sejalan dengan itu, pada 6 Agustus 2014, layanan premium di jalur tol juga dihilangkan.

Pengendalian BBM bersubsidi ini diperlukan untuk menghindari jebolnya kuota minyak solar akhir tahun 2014 (klik disini).

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Politik Moestopo (LKPM), Didik Triana Hadi, menyatakan, lagi-lagi pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tidak komprehensif dan cuma menyulitkan kehidupan rakyat sehari-hari.

"Yang dibutuhkan masyarakat adalah solusi terbaik buat mereka, bukan solusi termudah untuk pemerintah," tegas aktivis muda itu dalam keterangan persnya, Jumat (1/8).

Menurut dia, situasi krisis BBM hampir tiap tahun terjadi. Artinya, selama ini tak ada solusi konkret dari pemerintah walau ada indikasi penyalahgunaan subsidi BBM secara masif. Supervisi dari pemerintah tidak berjalan maksimal. Wacana konversi BBM ke gas pun cuma omong kosong karena tidak dilaksanakan sepenuh hati.

"Sudah jadi rahasia umum ada mafia di bidang migas nasional. Itu saja dulu difokuskan diberantas untuk memperbaiki krisis dunia migas kita. Jangan bertindak setengah-setengah begini," tegas pria yang biasa disapa Nana itu.

Menurutnya, pembatasan solar subsidi di wilayah tertentu ini akan mengganggu aktivitas transportasi warga, seperti bus Metromini dan Kopaja di Jakarta.

"Cara berpikirnya harus menyelamatkan rakyat, bukan cuma menyelamatkan APBN. Harus ada perubahan," tekan Didik.

Dia juga menyorot nasib rakyat dan dunia migas di masa pemerintahan baru 2014-2019, yang kalau tak ada aral melintang akan dipimpin Joko Widodo-Jusuf Kalla. Didik mengatakan, pemerintahan baru harus mengubah cara pikirnya dalam membenahi dunia migas nasional.

"Ada pelajaran penting dari Pilpres dan Pileg kemarin. Masyarakat sangat aktif berpolitik sehari-hari, melek di masalah politik. Kalau masyarakat antusias memilih calon presiden, harusnya di pemerintahan baru nanti mesti giat memantau kinerja mereka yang terpilih," tutupnya. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA