BUMN Mestinya Dibebasin Kelola Sumber Daya Alam

UU Migas Dianggap Liberal

Sabtu, 19 Juli 2014, 09:55 WIB
BUMN Mestinya Dibebasin Kelola Sumber Daya Alam
ilustrasi, Migas
rmol news logo Pemerintahan baru diharapkan mengoptimalkan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam pengelolaan sumber daya energi di dalam negeri. Hal itu untuk meningkatkan pendapatan negara.

“Selama ini sumber daya energi dan pertambangan Indonesia lebih banyak dikuasai asing, sementara pengelolaan oleh perusahaan lokal khususnya BUMN masih sangat kecil,” kata Direktur Eksekutif Centre of Reform on Economics (Core) Hendri Saparini.

Dia menyebutkan peran PT Pertamina sebagai perusahaan BUMN dalam produksi minyak hanya 16 persen dan untuk produksi gas hanya 14 persen.

Sementara PT Bukit Asam untuk memproduksi batubara hanya menghasilkan 12,9 juta ton atau hanya 4 persen dari total produksi nasional yang mencapai 353,4 juta ton pada 2011.

Menurut Hendri, upaya konkrit yang mesti dilakukan pemerintah mendatang adalah me-review Undang-Undang BUMN yang ada. Saat ini masih ada pasal yang tidak memberikan ruang yang besar bagi BUMN untuk bebas mengelola sumber daya energi nasional.

Misalnya, ketika pemerintah memberikan tugas Publik Service Obligation (PSO) kepada BUMN harus meminta persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Akhirnya, kalau swasta tidak mau maka PSO tidak akan jadi.

“Apa yang terjadi pada BUMN Indonesia berbeda dengan Jepang, Brasil, Korea dan China. Negara-negara ini memberikan peran yang besar kepada BUMN-nya untuk mengelola kekayaan sumber daya energi yang dimiliki baik dalam pengusahaan energi dalam negeri maupun dalam bentuk investasi sumber daya energi di luar negeri,” paparnya.

Di Brasil, lanjut Hendri, kendati pemerintahnya telah membuka kesempatan kepada perusahaan asing untuk beroperasi sejak tahun 1997, Petrobras selaku BUMN di saba yang bergerak di bidang minyak masih mendominasi sektor perminyakan dari hulu hingga hilir.

Selanjutnya BUMN migas di China, Jepang dan Korea diberi wewenang untuk melakukan eksplorasi, produksi, pengilangan, pemasaran dan pengelolahan sumber daya alam domestiknya.

Karena itu Hendri mengingatkan, sumber daya energi di Indonesia harus dimanfaatkan untuk kepentingan nasional sesuai amanah Pasal 33 UUD 1945. Pemerintah tidak boleh takut jika BUMN diprioriaskan maka tidak akan ada investasi dari luar yang masuk.

“Kita mesti belajar dari manajerial pemerintahan Malaysia dan Singapura yang sangat memperhatikan BUMN-nya namun investasi dari luar tetap masuk. Ini sangat bergantung pada leadership pemimpinnya, khususnya kemampuan tata kelola,” tegas dia.

Pengamat energi dari Universitas Indonesia (UI) Irwa Karniwa menilai Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001 sangat kental dengan liberalisasi karena diterjemahkan secara abu-abu oleh pemerintah dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri (Permen) yang justru mereduksi undang-undang.

Irwa menilai, kondisi tersebut sangat merugikan negara. Seharusnya regulasi berpatokan pada UUD 1945 yang menegaskan, semua yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

“Risiko dari kesalahan pemerintah adalah ruang gerak BUMN terpasung. Pertamina tidak pernah diberikan kewenangan luas untuk berinvestasi dan infrastruktur tidak terbangun. Saya menduga ada grand design untuk melumpuhkan bangsa sehingga porsi untuk BUMN rendah,” tegas dia. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA