Peredaran Daging Celeng Ilegal Dikelola Sindikat

Modus Penyelundupan Ada Yang Pakai Bus Umum & Mobil Pick Up

Kamis, 17 Juli 2014, 08:29 WIB
Peredaran Daging Celeng Ilegal Dikelola Sindikat
ilustrasi
rmol news logo Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkapkan adanya mafia penyelundupan daging celeng ke Pulau Jawa. Hal ini bisa dilihat dari terus meningkatnya jumlah penyelundupan meskipun sudah banyak penangkapan.

Kepala Bidang Hukum dan Humas Badan Karantina Perta­nian Kementan Eddy Purnomo mengatakan, jumlah penye­lun­dupan daging celeng selama Ra­madan dan menjelang Le­baran  terus mengalami lonjakan. Bah­kan untuk tahun ini jum­lahnya meningkat 200 persen dibanding tahun lalu.

“Perdagangan daging celeng ilegal ini seperti ada sindikatnya. Karena berkali-kali ditangkap, berkali-kali itu juga tidak pernah terungkap. Siapa yang suplai dan siapa yang memesan daging ce­leng ini,” katanya, kemarin.

Apalagi, kata Eddy, setiap pe­laku lapangan yang ditangkap me­ngaku tiiak tahu siapa yang me­masok dan penerima. Pelaku­nya menggunakan sistem beli putus. Dia melihat ja­ringan penye­lun­du­pan daging ce­leng banyak, se­hingga susah sekali meng­ungkap.

Menurutnya, modus penyelun­dupan daging celeng terus ber­ubah. Penyelundupan ada yang lewat pengangkutan bus umum. Selain itu, ada pakai mobil pick up yang muatan dagingnya ditu­tupi kayu dan serbuk kayu serta kelapa.

Eddy mengatakan, kebanyakan kasus yang tertangkap karena la­poran masyarakat. Kendati be­gitu, pihaknya terus melakukan pemeriksaan intensif.

Kemarin, Kementan kembali melakukan pemusnahan terhadap daging celeng sebanyak 7,4 ton. Total daging celeng yang sudah dimusnahkan sejak Januari-Juli 2014 mencapai 43,7 ton atau naik 240 persen dibanding sepanjang tahun lalu yang hanya 12,8 ton.

Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Bayu Krisnamurthi  mengatakan, salah satu faktor maraknya peredaran daging ce­leng oplosan di pasar lantaran mi­­nimnya pengetahuan peda­gang tentang daging.

Menurut dia, kebanyakan pe­dagang sulit membedakan daging sapi asli dengan daging sapi yang sudah dioplos daging celeng lan­taran bentuknya hampir sama.

Bayu menduga pasokan daging celeng atau babi hutan berasal dari Sumatera Selatan. Apalagi cukup sulit membedakan daging babi hu­tan dengan babi biasa.

“Kalau da­ging celeng, tidak akan banyak karena hasil buruan,” jelas Bayu.

Dia mengaku tak ada la­rangan untuk menjual daging babi. Na­mun, daging babi jangan dijual dengan diaku seba­gai daging sapi. Yang menjadi ma­salah saat ini adalah penipuan daging babi dijual sebagai daging sapi.

Bayu mengungkapkan, pihak­nya sudah mengambil sampling daging di 70 lokasi wilayah Ja­bodetabek. Dari 70 lokasi, dicu­rigai ada 15 lokasi peredaran da­ging celeng oplosan.

“Dari pendalaman itu, kami me­nguji contoh daging sapi dari lima belas tempat. Dari 15 lokasi itu, ternyata ada satu yang ter­bukti bukan daging sapi,” ungkapnya.

Karena itu, Bayu meminta mas­yarakat tidak tergiur tawaran daging dengan harga yang murah. Sebab, harga daging babi lebih murah dari sapi. Menurutnya, har­ga daging babi ternak dan da­ging sapi masih ada perbedaan Rp 10.000-20.000 per kg.

Perlu Tindakan Hukum Tegas

Ketua Harian YLKI Tulus Abadi menilai, potensi peredaran daging celeng yang dioplos de­ngan da­ging sapi akan semakin meningkat se­iring meningkatnya permintaan daging menjelang Lebaran.

Kendati begitu, dia mengakui YLKI saat ini tidak memiliki data jumlah pengaduan masyarakat terkait daging oplosan.

“Masyarakat sulit membe­da­kan antara daging sapi betulan dengan daging celeng. Jadi pe­ngaduan tidak ada,” katanya.

Menurut Tulus, persoalan da­ging oplosan memerlukan per­hatian yang cukup besar dari pe­merintah karena menyangkut ke­pentingan masyarakat yang me­rupakan konsumen daging sapi.

“Peraturannya sudah jelas, tinggal penegakannya. Perlu ada tindakan dan hukuman yang lebih tegas agar ada efek jera dan per­edaran ini tidak terjadi,” cetus Tulus.

Sesuai peraturan, pemilik mau­pun penanggung jawab alat ang­kut dapat disang­kakan Pasal 31 UU Nomor 16/1992 tentang Ka­rantina Hewan, Ikan dan Tum­buhan dengan pi­dana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 150 juta. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA