Presiden Baru Terus Didesak Untuk Naikkan Harga BBM

BPH Migas Targetkan Volume Konsumsi 64 Juta Kilo Liter

Rabu, 16 Juli 2014, 09:38 WIB
Presiden Baru Terus Didesak Untuk Naikkan Harga BBM
ilustrasi
rmol news logo Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai kenaikan BBM subsidi tidak terelakan lagi karena membebani anggaran negara. Presiden baru harus berani menguranginya BBM subsidi.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anny Ratnawati mengatakan, subsidi BBM sudah menekan ruang fiskal Indonesia. Karena itu, tugas pemerintah baru adalah bagaimana subsidi bisa betul-betul tepat sasaran.

“Kami telah melakukan review ternyata subsidi BBM hanya dinikmati oleh orang yang mampu,” katanya di Jakarta, kemarin.

Karena itu, Anny menyarankan pemerintah baru berani mengurangi anggaran subsidi BBM yang sudah mencapai ratusan triliun rupiah setiap tahunnya. Pengurangan subsidi bisa dilakukan dengan menaikkan harga atau menetapkan subsidi tetap.

Menurutnya, jika hal itu bisa dilakukan maka anggaran negara akan aman. Selain itu, kenaikan harga akan membuat masyarakat berpikir dua kali untuk boros menggunakan BBM.

“Kalau harga BBM lebih tinggi, orang akan mikir pakainya, kemacetan pun berkurang. Jadi ada rasa untuk mendidik lebih disiplin. Coba kalau harganya murah, itu ngocor terus deh,” katanya.

Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mencatat, konsumsi BBM subsidi selama semester pertama 2014 mencapai 22,9 juta kiloliter (KL).

Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Sommeng mengatakan, volume konsumsi tersebut sekitar 49,8 persen dari kuota APBN Perubahan 2014 yang ditetapkan sebesar 46 juta KL.

“Kami akan lakukan upaya-upaya pengawasan agar kuota BBM sesuai target 46 juta kiloliter,” ujarnya.

Menurut Sommeng, realisasi konsumsi BBM subsidi selama enam bulan pertama 2014 terdiri atas premium 14,44 juta KL, minyak tanah 0,46 juta KL dan solar 8 juta KL. Sejumlah upaya pengendalian yang dilakukan antara lain pengurangan mulut keran (nozzle) BBM subsidi di SPBU Jakarta.

Dia mengatakan, pengurangan nozzle akan dimulai di wilayah Jakarta Pusat dan selanjutnya meluas ke kota-kota lain. Langkah pengendalian lainnya adalah pembatasan kendaraan truk dan bus wisata tidak memakai solar subsidi serta taksi mewah tidak memakai premium bersubsidi.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) juga menantang presiden baru untuk menaikkan harga BBM subsidi. Bank Sentral beralasan BBM subsidi selalu jebol setiap tahun sehingga menggerogoti APBN.

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi Dan Moneter BI Juda Agung mengatakan, menaikkan harga bensin memang bukan kebijakan popular dan akan berdampak pada inflasi. Namun, mau tidak mau kebijakan itu mesti ditempuh presiden terpilih.

“Menaikkan harga BBM adalah PR (pekerjaan rumah) presiden baru. BI sudah siap mengendalikan inflasi dengan instrumen moneter yang dimiliki jika pemerintah baru menaikkan harga bahan BBM untuk menekan beban subsidi dalam APBN. Dampak langsung inflasinya paling hanya tiga bulan. Kalau misalnya harga BBM dinaikkan pada Oktober, maka Januari dampak (inflasinya) sudah mereda,” kata Juda. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA