Belanja Tak Produktif Pemerintah Ibarat Tumor Yang Bebani APBN

Rabu, 16 Juli 2014, 09:28 WIB
Belanja Tak Produktif Pemerintah Ibarat Tumor Yang Bebani APBN
ilustrasi
rmol news logo Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen penting dalam perekonomian. Sayangnya, saat ini peranan APBN dalam menggerakkan perekonomian kurang terasa.

“Ini karena APBN sendiri masih mengidap tumor,” ujar Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Mohamad Ikhsan, kemarin.

Ia menjelaskan, tumor tersebut adalah belanja-belanja yang tidak produktif dan membebani APBN. Pertama, kata dia, adalah subsidi BBM yang tahun ini mencapai Rp 246,5 triliun.

“Porsi untuk subsidi memang sangat besar. Ini tumor namanya karena naik terus anggarannya. Terutama BBM yang memang sudah menjadi isu penting yang harus dicarikan solusi, karena anggarannya sudah sangat besar,” katanya.

Tumor kedua, lanjut Ikhsan, adalah subsidi pangan dalam bentuk penyaluran beras untuk masyarakat miskin (raskin). Dia mencatat ada peningkatan yang cukup signifikan setiap tahunnya. Dikhawatirkan bila tanpa evaluasi, anggaran ini akan menjadi beban di masa depan.

“Subsidi itu tidak hanya BBM, tapi ada juga raskin. Itu juga calon tumor selanjutnya. Dulu itu raskin Rp 10 triliun, nanti bisa sampai Rp 80 triliun. Jadi ini calon tumor,” jelasnya.

Ketiga, tumor dari belanja pegawai. Namun dalam hal ini dia menilai bukan berarti gaji dan tunjangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dikurangi. Bahkan menurutnya gaji PNS harus lebih tinggi dari sekarang.

Akan tetapi, kata dia, yang harus dilakukan adalah pembatasan kuantitas PNS. Pada berbagai posisi, jasa pegawai bisa digantikan dengan teknologi yang lebih efektif dan efisien. “Jadi harus diakali. Pegawai jumlahnya menjadi masalah, itu harus sudah dibatasi,” ucapnya.

Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani mengakui sulitnya mengambil kebijakan dalam proses pembahasan APBN-P 2014.

Ia mengatakan, pemerintah dihadapkan pada pilihan harus menaikkan harga BBM bersubsidi atau memangkas belanja di berbagai kementerian/lembaga.

Menurut Askolani, memangkas anggaran bisa berdampak pada berkurangnya daya dorong APBN dalam perekonomian. Sementara menaikkan harga BBM bisa membebani masyarakat, mengurangi daya beli dan mendongrak angka kemiskinan.

Sementara laju pembangunan daerah kian sulit meningkat dan cenderung stagnan. Pasalnya, jumlah transfer dana alokasi umum (DAU) dari pemerintah pusat lebih banyak diserap belanja pegawai ketimbang belanja modal.

Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2013 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan porsi belanja pegawai daerah sejak 1994 hingga 2012 tercatat naik 36,5 kali menjadi Rp 255,83 triliun dari sebelumnya hanya Rp 7 triliun.

Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Prijambodo pun mengaku prihatin.

“Saya prihatin bahwa belanja daerah relatif semakin tidak dialokasikan untuk kegiatan yang tidak memberikan multiplier effect ke masyarakat. Saya rasa hal ini dikarenakan pengendalian sistem kepegawaian daerah yang belum memadai,” jelasnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA