Ambil Alih Gedung BRI II, Dirut Ngarep Tambah Pendapatan

PT MPPC Tuding Sarat Kepentingan Politik

Jumat, 11 Juli 2014, 10:00 WIB
Ambil Alih Gedung BRI II, Dirut Ngarep Tambah Pendapatan
Bank Rakyat Indonesia
rmol news logo Pengambilalihan Ge­dung Bank Rakyat Indonesia (BRI) II dari Grup Mulia diha­rapkan mam­pu memberikan efisiensi kinerja.

“Mudah-mudahan bisa tam­bah pendapatan, bahkan bisa mem­buat lebih efisian karena setiap ta­hunnya ratusan miliar untuk mem­bayar sewa ge­dung,” kata Di­rektur Utama BRI Sof­yan Ba­sir di Jakarta, kemarin.

Sofyan mengatakan, Gedung BRI II yang senilai kurang le­bih Rp 3 triliun itu baru bisa di­ek­­sekusi atau diambil kem­bali, ke­marin. Pasalnya, sudah enam tahun Grup Mulia meme­gang kendali gedung tersebut.

“Kemarin kita ambil alih se­cara fisik dan hukum, menang perkara peninjauan kembali (PK) karena mereka cedera janji, tidak membangun Ge­dung BRI III di belakang BRI II,” jelas Sofyan.

PT Mulia Persada Pacific (MPPC) melalui kuasa hukum­nya Fredrich Yunadi menge­cam eksekusi paksa Gedung BRI II karena sarat kejang­galan. Pihak­nya menuding BRI sengaja me­man­faatkan momen masa te­nang jelang Pilpres sebagai hari pelaksanaan eksekusi.

“Ini sarat kepentingan poli­tik. Masalah hukum jangan ditung­gangi politik. Kami akan mela­wan eksekusi,” ujar Fredrich.

Dia mengaku pihaknya baru menerima pemberitahuan pe­lak­­sanaan eksekusi, Senin (7/7) sekitar pukul 15.15 WIB untuk dieksekusi 8 Juli 2014. “Di­beritahukan secara buru-buru. Ini ada apa,” ujarnya.

Untuk diketahui, Juru Sita Pengadilan Negeri Jakarta Pu­sat bersama Jaksa Pengacara Negara didampingi puluhan anggota TNI mendatangi Ge­dung BRI II di Jalan Jenderal Su­dirman No.44-46, Jakar­ta Pu­sat, Selasa (8/7) untuk meng­eksekusi putusan Penin­jauan Kembali (PK) No.247/PK/PDT/2013 tanggal 24 Juli 2013 atas gugatan pengelola Gedung BRI II antara PT BRI dan Dana Pensiunan BRI melawan MPPC.

Dalam putusan PK itu ber­bunyi, PT MPPC harus menye­rahkan Gedung BRI II, Gedung Parkir dengan seluruh fasilitas yang ada beserta hak pengelo­laannya kepada BRI melalui Dapen (Dana Pensiunan) BRI.

Perkara ini dimula saat Yaya­san Dapen BRI yang memiliki sebidang tanah ingin mem­ba­ngun gedung. Kemudian terja­dilah perjanjian Build, Operate, Transfer (BOT) antara BRI, Dapen BRI dan PT MPPC. Perjanjian berlaku hing­ga tahun 2022.

Fredrich menilai, pemberita­huan eksekusi syarat kejang­galan karena hanya diteken Ju­ru Sita, bukan Ketua Penga­dil­an Negeri Jakpus. Tak hanya itu, di surat tersebut tertulis ek­­sekusi harus dilakukan, bila perlu dengan paksaan. “Ini ber­arti ada permainan,” duganya.

Menurut Fredrich, eksekusi tidak boleh dilakukan karena atas putusan PK tersebut, klien­nya melakukan upaya gugatan lain, yakni gugatan atas putusan PK No.247/PK/PDT/2013 dan gugatan soal Dapen BRI yang telah melakukan wanprestasi.

“Putusannya sudah diputus 1 Juli 2014  menyatakan meng­hu­kum BRI membayar ganti rugi 64 juta dolar AS. Dalam hal ini suatu putusan bila masih ada upaya hukum acara itu, maka tidak bisa diekse­kusi,” paparnya.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA