“Mudah-mudahan bisa tamÂbah pendapatan, bahkan bisa memÂbuat lebih efisian karena setiap taÂhunnya ratusan miliar untuk memÂbayar sewa geÂdung,†kata DiÂrektur Utama BRI SofÂyan BaÂsir di Jakarta, kemarin.
Sofyan mengatakan, Gedung BRI II yang senilai kurang leÂbih Rp 3 triliun itu baru bisa diÂekÂÂsekusi atau diambil kemÂbali, keÂmarin. Pasalnya, sudah enam tahun Grup Mulia memeÂgang kendali gedung tersebut.
“Kemarin kita ambil alih seÂcara fisik dan hukum, menang perkara peninjauan kembali (PK) karena mereka cedera janji, tidak membangun GeÂdung BRI III di belakang BRI II,†jelas Sofyan.
PT Mulia Persada Pacific (MPPC) melalui kuasa hukumÂnya Fredrich Yunadi mengeÂcam eksekusi paksa Gedung BRI II karena sarat kejangÂgalan. PihakÂnya menuding BRI sengaja meÂmanÂfaatkan momen masa teÂnang jelang Pilpres sebagai hari pelaksanaan eksekusi.
“Ini sarat kepentingan poliÂtik. Masalah hukum jangan ditungÂgangi politik. Kami akan melaÂwan eksekusi,†ujar Fredrich.
Dia mengaku pihaknya baru menerima pemberitahuan peÂlakÂÂsanaan eksekusi, Senin (7/7) sekitar pukul 15.15 WIB untuk dieksekusi 8 Juli 2014. “DiÂberitahukan secara buru-buru. Ini ada apa,†ujarnya.
Untuk diketahui, Juru Sita Pengadilan Negeri Jakarta PuÂsat bersama Jaksa Pengacara Negara didampingi puluhan anggota TNI mendatangi GeÂdung BRI II di Jalan Jenderal SuÂdirman No.44-46, JakarÂta PuÂsat, Selasa (8/7) untuk mengÂeksekusi putusan PeninÂjauan Kembali (PK) No.247/PK/PDT/2013 tanggal 24 Juli 2013 atas gugatan pengelola Gedung BRI II antara PT BRI dan Dana Pensiunan BRI melawan MPPC.
Dalam putusan PK itu berÂbunyi, PT MPPC harus menyeÂrahkan Gedung BRI II, Gedung Parkir dengan seluruh fasilitas yang ada beserta hak pengeloÂlaannya kepada BRI melalui Dapen (Dana Pensiunan) BRI.
Perkara ini dimula saat YayaÂsan Dapen BRI yang memiliki sebidang tanah ingin memÂbaÂngun gedung. Kemudian terjaÂdilah perjanjian Build, Operate, Transfer (BOT) antara BRI, Dapen BRI dan PT MPPC. Perjanjian berlaku hingÂga tahun 2022.
Fredrich menilai, pemberitaÂhuan eksekusi syarat kejangÂgalan karena hanya diteken JuÂru Sita, bukan Ketua PengaÂdilÂan Negeri Jakpus. Tak hanya itu, di surat tersebut tertulis ekÂÂsekusi harus dilakukan, bila perlu dengan paksaan. “Ini berÂarti ada permainan,†duganya.
Menurut Fredrich, eksekusi tidak boleh dilakukan karena atas putusan PK tersebut, klienÂnya melakukan upaya gugatan lain, yakni gugatan atas putusan PK No.247/PK/PDT/2013 dan gugatan soal Dapen BRI yang telah melakukan wanprestasi.
“Putusannya sudah diputus 1 Juli 2014 menyatakan mengÂhuÂkum BRI membayar ganti rugi 64 juta dolar AS. Dalam hal ini suatu putusan bila masih ada upaya hukum acara itu, maka tidak bisa diekseÂkusi,†paparnya. ***